Saya ingin bertanya terkait pasien yang ditahan oleh pihak rumah sakit karena belum mampu melunasi biaya perawatan kesehatannya. Bukankah itu sudah termasuk bentuk penyanderaan dan dapat dikategorikan dalam pelanggaran hak asasi manusia? Lalu, dapatkah saya mengajukan pengaduan ke pihak kepolisian mengenai masalah tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya menurut UU Kesehatan, rumah sakit wajib melaksanakan fungsi sosial seperti memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin.
Lantas, dalam hal pasien belum bisa melunasi biaya perawatan di rumah sakit, apakah tindakan rumah sakit yang menahan pasien tersebut termasuk kejahatan penyanderaan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penyanderaan Pasien oleh Rumah Sakit yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H. dan pertama dipublikasikan pada Rabu, 27 April 2011.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kewajiban Melaksanakan Fungsi Sosial
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, penting untuk diketahui bahwa berdasarkan Pasal 189 ayat (1) huruf f UU Kesehatan, setiap rumah sakit mempunyai kewajiban salah satunya melaksanakan fungsi sosial seperti memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan bagi korban bencana dan kejadian luar biasa (“KLB”), atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.
Selain itu, rumah sakit juga wajib menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.[1] Lalu, pasien yang belum mampu melunasi biaya perawatan kesehatan yang Anda maksud, kami asumsikan sebagai "masyarakat tidak mampu atau miskin”, yaitu pasien yang memenuhi kriteria tidak mampu atau miskin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[2]
Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Tindak Pidana terhadap Kemerdekaan Orang
Kemudian berkaitan dengan pertanyaan Anda, penyanderaan berasal dari kata sandera. Menurut KBBI, sandera adalah orang yang ditawan untuk dijadikan jaminan. Sedangkan ditawan berasal dari kata “tawan” yang artinya menangkap (menahan) musuh dan sebagainya, atau dapat diartikan sebagai tindakan merampas (merebut, menjarah) harta musuh dan sebagainya.
Namun sepanjang penelusuran kami, dalam KUHPlama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, tidak terdapat hukum yang secara spesifik mengatur tentang kejahatan penyanderaan. Walau demikian, menurut hemat kami penyanderaan dapat dikategorikan ke dalam kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diatur dalam KUHP lama, dan juga diatur dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[4] yakni tahun 2026. Berikut bunyi pasalnya.
Pasal 333 ayat (1) KUHP
Pasal 446 ayat (1) UU 1/2023
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
Setiap orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan orang atau meneruskan perampasan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Mengenai pasal ini, menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 237), yang dimaksud “menahan” (merampas kemerdekaan orang) itu dapat dijalankan misalnya dengan mengurung, menutup dalam kamar, rumah, mengikat, dan sebagainya. Akan tetapi tidak perlu bahwa orang itu tidak dapat bergerak sama sekali. Disuruh tinggal dalam suatu rumah yang luas tetapi bila dijaga dan dibatasi kebebasan hidupnya juga masuk arti kata “menahan”.
Adapun menurut Penjelasan Pasal 446 ayat (1) UU 1/2023, merampas kemerdekaan dilakukan baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Lalu, yang dimaksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan merampas kebebasan seseorang bukan dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kejahatan terhadap kemerdekaan orang dapat Anda baca selengkapnya pada Pasal 324 s.d. Pasal 337 KUHP, dan Pasal 446 s.d. Pasal 456 UU 1/2023.
Tindak Pidana Penyanderaan dalam UU 1/2023
Berbeda dengan KUHP lama, dalam UU 1/2023 tindak pidana penyanderaan diatur secara spesifik dalam Pasal 451 UU 1/2023, yaitu:
Setiap orang yang menahan orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menempatkan orang tersebut secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya, dipidana karena penyanderaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 451 UU 1/2023, penyanderaan merupakan salah satu bentuk tindak pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan penculikan, penyanderaan dilakukan agar orang yang disandera tetap berada di tempat kediamannya atau di tempat lain dan dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Lantas, apakah penahanan yang dilakukan oleh rumah sakit terhadap pasien yang belum mampu melunasi biaya perawatan termasuk penyanderaan?
Penahanan Pasien = Penyanderaan?
Penahanan yang dilakukan oleh rumah sakit sebagaimana Anda sampaikan, tidak memenuhi unsur-unsur Pasal 333 ayat (1) KUHP, Pasal 446 ayat (1) UU 1/2023, maupun Pasal 451 UU 1/2023 di atas. Menurut Iskandar Sitorus, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, sangat sulit untuk menentukan apakah tindakan rumah sakit itu memenuhi delik penyanderaan. Hal ini dikarenakan selama di rumah sakit, pasien yang "disandera” (ditahan) diberi makanan, minuman, dan bebas mondar-mandir di seputar ruang perawatan. Kemudian, pemberian makanan dan minuman itu nantinya dibebankan pada biaya yang harus dibayar si pasien. Dengan demikian, polisi sebagai penyidik menganggap tindakan penyanderaan pasien tak penuhi unsur pidana, sehingga pihak rumah sakit tidak bisa diberi sanksi pidana. Akibatnya, tidak ada satupun kasus penyanderaan yang bisa dilanjutkan proses hukumnya.
Di samping itu, menurut hemat kami, penahanan pasien oleh rumah sakit karena belum mampu melunasi biaya perawatan di rumah sakit tidak termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”) selama pihak rumah sakit tetap menghormati HAM yang melekat pada pribadi pasien sebagai manusia, yang dilindungi dalam UUD 1945 dan UU HAM.
Sebagai contoh, setiap orang (dalam hal ini pasien) berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Sejalan dengan UUD 1945, Pasal 9 ayat (1) UU HAM mengatur bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Kesimpulannya, selama rumah sakit menghormati hak-hak pasien, tindakan rumah sakit yang menahan pasien karena belum mampu melunasi biaya perawatan di rumah sakit tidak bisa dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan orang, kejahatan penyanderaan, ataupun pelanggaran HAM. Terlebih lagi, setiap rumah sakit memiliki kewajiban untuk tetap menyediakan sarana dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin. Walau demikian, dalam hal terdapat indikasi penyanderaan atau penahanan yang merampas kemerdekaan pasien, Anda dapat melaporkan tindak pidana ini kepada polisi.