Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Seluk Beluk Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Seluk Beluk Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)

Seluk Beluk Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Seluk Beluk Derden Verzet (Perlawanan Pihak Ketiga)

PERTANYAAN

Apakah dalam perlawanan [derden verzet], Pihak Pelawan dapat menarik pihak lain menjadi Terlawan maupun Turut Terlawan padahal diketahui Terlawan/Turut Terlawan dimaksud bukan pihak dalam sengketa awal? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya kami menjelaskan mengenai derden verzet terlebih dahulu. M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata menjelaskan bahwa derden verzet (Perlawanan Pihak Ketiga) merupakan upaya hukum atas penyitaan milik pihak ketiga (hal. 299).

    KLINIK TERKAIT

    Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

    Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?
     

    Yahya Harahap menjelaskan, dalam praktik, tergugat sering mengajukan keberatan atas penyitaan yang diletakkan terhadap harta kekayaannya dengan dalih, barang yang disita adalah milik pihak ketiga. Dalil dan keberatan itu kebanyakan tidak dihiraukan pengadilan atas alasan, sekiranya barang itu benar milik pihak ketiga, dia dapat mengajukan keberatan melalui upaya derden verzet. Ternyata, meskipun sita telah diletakkan di atasnya, tidak ada muncul perlawanan dari pihak ketiga, oleh karena itu cukup alasan untuk menduga, harta tersebut milik tergugat bukan milik pihak ketiga.

     

    Bagaimana halnya jika barang yang disita benar-benar milik pihak ketiga? Mengenai hal ini, Yahya Harahap menjelaskan bahwa pihak ketiga yang bersangkutan yang bersangkutan dapat mengajukan perlawanan dalam bentuk derden verzet atau perlawanan pihak ketiga terhadap Conservatoir Beslag yang sering disingkat CB (sita jaminan). Demikian penegasan Putusan MA No. 3089 K/Pdt/1991 yang menjelaskan, sita jaminan (CB) yang diletakkan di atas milik pihak ketiga memberi hak kepada pemiliknya untuk mengajukan derden verzet (ibid, hal. 299-300).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Menurut Yahya Harahap, derden verzet atas sita jaminan (CB) dapat diajukan pemilik selama perkara yang dilawan belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara yang dilawan sudah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum yang dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan itu, bukan derden verzet, tetapi gugatan perdata biasa. Demikian dikemukakan dalam Putusan MA No. 996 K/Pdt/1989, bahwa derden verzet yang diajukan atas CB yang diletakkan PN dalam suatu perkara perdata, dapat dibenarkan selama putusan perkara yang dilawan (perkara pokok) belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta CB tersebut belum diangkat (hal. 300).

     

    Selain itu, dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Agung No. 185/Pdt.Plw/2010/PN.Slmn. Mahkamah Agung (MA) mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 378 Rv dan Pasal 379 Rv,untuk dapat dikabulkannya perlawanan pihak ketiga diperlukan terpenuhinya 2 (dua) unsur, yaitu:

    1.    Adanya kepentingan dari pihak ketiga

    2.    Secara nyata hak pihak ketiga dirugikan

     

    Apakah pihak Pelawan (pihak ketiga yang dirugikan atas sita jaminan) dapat menarik pihak lain menjadi terlawan maupun turut terlawan pada hal diketahui terlawan/turut terlawan dimaksud bukan pihak dalam sengketa awal? Mengenai hal ini, kita dapat menyimak penjelasan Yahya Harahap yangberpendapat bahwa dalam penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip kontrak partai (party contract) yang digariskan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara, hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara saja (ibid, hal. 299).

     

    Dari pernyataan ini sebenarnya kita dapat menyimpulkan bahwa tidak dimungkinkan apabila pelawan (pihak ketiga) yang memiliki keberatan bahwa harta kekayaan miliknya dijadikan sita jaminan oleh terlawan (awalnya tergugat), dapat menarik pihak lain menjadi terlawan maupun turut terlawan yang bukan pihak dalam sengketa awal. Pelawan dalam derden verzet (pihak ketiga) sebenarnya pun merupakan pihak yang tidak ada pada sengketa awal antara penggugat dan tergugat. Namun, yurisprudensi sebagai salah satu dasar hukum di Indonesia (melalui Putusan MA No. 3089 K/Pdt/1991) yang kami jelaskan tadi, memberikan hak kepada pihak ketiga untuk mengajukan derden verzet agar dirinya dinyatakan sebagai pemilik objek yang terkena sita jaminan (CB).

     

    Namun, jika pelawan (pihak ketiga) menarik pihak lain, menurut kami tidak akan ada relasinya, baik terhadap perkara pokok maupun sita jaminan yang diupayakan dalam derden verzet. Kalaupun muncul pihak baru yang dianggap membawa kerugian bagi pelawan (pihak ketiga) yang mengajukan derden verzet, maka melihat dari prinsip penyelesaian perkara yang pada dasarnya hanya menyangkut pihak-pihak di dalamnya (Pasal 1340 KUHPerdata), upaya hukum yang dapat dilakukan pelawan (pihak ketiga) terhadap pihak baru yang muncul itu bukanlah derden verzet, tetapi berbentuk gugatan perkara biasa.

     

    Masih berkaitan dengan upaya hukum derden verzet, kita juga dapat merujuk pada kasus tanah Meruya yang terdapat dalam artikel Soal Perlawanan Meruya, Buku Pedoman MA Bisa Diabaikan. Di dalam artikel ini diceritakan bahwa pelawan derden verzet adalah sebagian warga yang berdasarkan alas hak selain hak milik atas tanah. Terlawan dalam eksepsinya mengatakan bahwa derden verzet hanya dapat diajukan bila barang yang disita itu merupakan miliknya, dalam hal ini hanya pemegang hak milik. Ketentuan ini dapat dilihat dari Pasal 195 (6) Herzien Indlandsch Reglement (“HIR”) yang berbunyi:

    “Jika hal menjalankan putusan itu dibantah, dan juga jika yang membantahnya itu orang lain, oleh karena barang yang disita itu diakuinya sebagai miliknya, maka hal itu serta segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan itu, dihadapkan kepada pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi hal menjalankankan putusan itu, serta diputuskan juga oleh pengadilan itu.”

     

    Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa yang melakukan perlawanan adalah warga yang tanahnya tidak semua bersertipikat hak milik. Dari 685 warga, ada setidaknya 277 pihak, yang tanahnya antara lain beralaskan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Perjanjian Sewa Beli, Akta Jual beli, dan Girik C. Lebih lanjut dalam Buku II Mahkamah Agung soal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (1998), yang juga dikutip pihak Terlawan untuk memperkuat dalil mereka, menyatakan bahwa Perlawanan pihak ketiga terhadap sita (termasuk sita eksekusi) hanya dapat didasarkan atas hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang. Lebih lanjut disebutkan Penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan mengajukan perlawanan semacam ini. 

     

    Masih dalam artikel yang sama, Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, mengatakan bahwa Buku II Mahkamah Agung tersebut bukan hukum acara, hanya semacam buku pintar agar ada keseragaman. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi hakim bila mengabaikan Buku Pedoman. Kalau ada legal reasoning (penalaran hukum), boleh saja hakim berpendapat beda. Demikian menurut Djoko Sarwoko seperti dikutip dari artikel Soal Perlawanan Meruya, Buku Pedoman MA Bisa Diabaikan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    2.    Herzien Indlandsch Reglement (HIR)(S.1941-44)

    3.    Reglement of de Rechtsvordering

     
    Putusan:

    1.    Putusan Mahkamah Agung No. 185/Pdt.Plw/2010/PN.Slmn.

    2.    Putusan MA No. 3089 K/Pdt/1991

    3.    Putusan Mahkamah Agung No. 996 K/Pdt/1989

     
    Referensi:

    M. Yahya Harahap, S.H. 2009. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika: Jakarta.

     
     

    Tags

    sita jaminan
    hir

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!