Bagaimana Perlindungan HAM Bagi Saksi dan Korban Penyandang Disabilitas?
PERTANYAAN
Bagaimana perlindungan saksi dan korban penyandang disabilitas dalam perspektif HAM? Apakah ada pasal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang mengaturnya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bagaimana perlindungan saksi dan korban penyandang disabilitas dalam perspektif HAM? Apakah ada pasal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang mengaturnya?
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya kami akan menyebutkan pengaturan secara umum mengenai hak asasi manusia sehubungan dengan kedudukannya di mata hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) dikatakan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
UUD 1945 ini menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, termasuk bagi para penyandang disabilitas seperti yang Anda sebutkan. Prinsip ini dinamakan equality before the law, yakni norma yang melindungi hak asasi warga negara.
Dalam artikel Prof. Ramly dan Equality Before the Law dikatakan bahwa teori equality before the law menurut UUD 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Ditinjau dari hukum tata negara, maka setiap instansi pemerintah, terutama aparat penegak hukum, terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik.
Selanjutnya kami akan menjelaskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak asasi manusia. Berdasarkan penelusuran kami, pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) tidak mengenal istilah penyandang disabilitas seperti yang Anda sebutkan. Adapun istilah penyandang disabilitas dapat kita temukan dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) yang telah disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) (“UU 19/2011”).
Dalam Penjelasan UU 19/2011 mengenai pokok-pokok isi konvensi, dikatakan bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui berbagai hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
Pasal 5 Konvensi Penyandang Disabilitas antara lain mengatakan bahwa negara-negara pihak mengakui bahwa semua manusia adalah sama di hadapan hukum dan berhak mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang sama. Selain itu, negara-negara pihak wajib mencegah semua diskriminasi yang difundamentalkan disabilitas serta menjamin perlindungan hukum yang sama dan efektif bagi penyandang disabilitas. Menurut hemat kami, konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam bentuk UU 19/2011 ini menandakan bahwa perlindungan bagi saksi dan korban baik yang termasuk penyandang disabilitas maupun yang tidak, adalah sama.
Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 12 ayat (1), (2), dan (3) Konvensi Penyandang Disabilitas bahwa:
1. Negara-Negara Pihak menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk diakui dimana pun berada sebagai seorang manusia di muka hukum
2. Negara-Negara Pihak wajib mengakui bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas hukum atas dasar kesamaan dengan orang lain dalam semua aspek kehidupan
3. Negara-Negara Pihak wajib mengambil langkah yang tepat untuk menyediakan akses bagi penyandang disabilitas terhadap bantuan yang mungkin mereka perlukan dalam melaksanakan kapasitas hukum mereka.
Adapun istilah yang dipakai dalam UU HAM yang berkaitan dengan penyandang disabilitas adalah penyandang cacat. Dalam UU HAM, juga diatur mengenai hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum yang terdapat dalam Pasal 4 UU HAM:
Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Mengenai perlindungan bagi penyandang cacat itu sendiri, Pasal 5 ayat (3) UU HAM beserta penjelasannya secara jelas mempertegas bahwa penyandang cacat adalah salah satu kelompok masyarakat yang berhak untuk memperoleh perlindungan yang lebih.
(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Pada penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU HAM dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "kelompok masyarakat yang rentan" antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat. Artinya, penyandang cacat di mata hukum berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan yang lebih. Akan tetapi, tidak dijelaskan secara rinci mengenai perlindungan yang lebih itu seperti apa.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?