Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Menampar Si Penghina Demi Membela Orang Tua, Bisakah Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Menampar Si Penghina Demi Membela Orang Tua, Bisakah Dipidana?

Menampar Si Penghina Demi Membela Orang Tua, Bisakah Dipidana?
Adv. Michael Anshori, SH., MH.Kongres Advokat Indonesia
Kongres Advokat Indonesia
Bacaan 10 Menit
Menampar Si Penghina Demi Membela Orang Tua, Bisakah Dipidana?

PERTANYAAN

Teman saya, sebut saja A diadukan oleh B ke polisi dengan pasal penganiayaan. A menampar B karena tidak terima orang tuanya dihina padahal apa yang dikatakan B terhadap orang tua si A tidak benar. Karena B tidak terima, maka ia melaporkan A ke polisi. Pertanyaan saya, apakah si A dapat dijerat pidana?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Berdasarkan kronologi singkat yang Anda sampikan, terdapat 2 peristiwa hukum yang berbeda dalam cerita Anda, yakni penghinaan dan penganiayaan. Keduanya mempunyai  aturan dan konsekuensi hukum yang berbeda.
     
    Mengenai penganiayaan yang dituduhkan terhadap teman Anda, pasal yang dapat dikenakan tergantung pada akibat dari tindakan penganiayaan tersebut.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Berdasarkan kronologi singkat yang Anda sampaikan, menurut hemat kami terdapat 2 peristiwa hukum yang berbeda dalam cerita Anda, yakni penghinaan dan penganiayaan. Oleh karena itu, sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai bisa tidaknya A dijerat pidana, kami akan membahas sekilas tentang penghinaan yang dilakukan oleh B terhadap orang tua A.
     
    Penghinaan
    Perbuatan B yang menghina orang tua A dengan mengatakan sesuatu yang tidak benar mengenai orang tua A, apabila memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan, dapat dipidana karena pencemaran berdasarkan Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
     
    Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
     
    Namun, pembuktian unsur dalam pasal di atas harus mengacu kepada Pasal 310 ayat (1) KUHP yang menyatakan:
     
    Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
     
    Dari kronologis yang Anda sampaikan, unsur menyerang kehormatan/nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu dapat terpenuhi jika B memang mengina orang tua A dengan menuduhkan sesuatu. Jika hal tersebut dilakukan di muka umum, maka unsur “supaya hal itu diketahui umum” juga dapat terpenuhi.
     
    Namun perlu diperhatikan bahwa delik pidana pencemaran di atas merupakan delik aduan, sehingga tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu,[1] atau dalam hal ini adalah orang tua si A.
     
    Penjelasan lebih lanjut mengenai jerat pidana terhadap pencemaran berupa fitnah ini, dapat Anda simak artikel Upaya Hukum Jika Difitnah dan Diusir dari Kontrakan.
     
    Penganiayaan
    Penamparan masuk dalam kategori penganiayaan dan memiliki beberapa klasifikasi yang berbeda, yang akan kami ulas berikut ini:
     
    Hilman Hadikusuma dalam bukunya Bahasa Hukum Indonesia memberikan pengertian ‘aniaya’ sebagai perbuatan bengis atau penindasan, sedangkan yang dimaksud dengan penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang dengan penyiksaan, penindasan dan sebagainya terhadap teraniaya (hal. 130).
     
    Penganiayaan diatur dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 358 KUHP, namun demikian dalam KUHP tidak diberikan suatu penjelasan resmi terhadap apa yang dimaksud dengan penganiayaan.
     
    Oleh karena itu, para ahli hukum pidana Indonesia dalam membahas pengertian penganiayaan selalu berpedoman pada rumusan Memorie van Toelichting yang merumuskan bahwa yang dimaksud dengan penganiayaan ialah mengakibatkan penderitaan pada badan atau kesehatan.
     
    Berdasarkan uraian tersebut, menurut J.M. Van Bammel dalam bukunya Politik Hukum Pidana, untuk menentukan ada tidaknya suatu bentuk penganiayaan, maka ada 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu (hal. 29):
    1. Setiap tindakan yang dengan sengaja mengakibatkan perasaan sakit, luka dan perasaan tidak senang, dilarang. Pengecualian dari larangan menurut hukum pidana ini dibentuk oleh peristiwa-peristiwa di mana dalam undang-undang dimuat dasar pembenaran yang diakui, misalnya pembelaan terpaksa, perintah jabatan, peraturan undang-undang, seperti bertindak sesuai dengan aturan jabatan sebagai dokter, demikian pula berdasarkan izin si korban sesuai dengan aturan yang diakui dalam mengikuti olah raga tertentu (pertandingan tinju);
    2. Pengecualian juga dapat timbul dari tidak adanya kesalahan sama sekali yaitu dalam peristiwa di mana si pelaku dengan iktikad baik atau boleh menduga, bahwa ia harus bertindak sesuai dengan suatu dasar pembenaran, akan tetapi dugaan ini berdasarkan suatu penyesatan yang dapat dimanfaatkan;
    3. Suku kata tambahan “mis” dalam mishandeling (penganiayaan) telah menyatakan bahwa mengakibatkan rasa sakit, luka atau perasaan tidak senang itu terjadi secara melawan hukum, sehingga dalam peristiwa di mana tindakan-tindakan dilakukan sesuai ilmu kesehatan tidak boleh dianggap sebagai penganiayaan, dan oleh karena itu tidak dilarang menurut hukum pidana, sehingga hakim harus membebaskan terdakwa.
     
    Kemudian untuk menentukan apakah teman Anda dapat dipidana karena penganiayaan tersebut, kami akan menjelaskan jenis-jenis penganiayaan yang termuat di dalam KUHP, yakni : 
    1. Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP);
    2. Penganiayaan yang direncanakan lebih dahulu (Pasal 353 KUHP);
    3. Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP);
    4. Penganiayaan berat yang direncanakan lebih dahulu (Pasal 355 KUHP);
    5. Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP), yaitu yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan mengerjakan jabatan atau pekerjaan;Penganiayaan yang berkualifikasi (Pasal 356 KUHP).
     
    Sayangnya, Anda tidak merinci secara detail peristiwa penganiayaan tersebut, mengenai bagaimana teman Anda melakukannya, apakah mengakibatkan luka berat, sakit dan membuat seseorang berhalangan melakukan jabatan atau pekerjaan atau gangguan pikiran yang tidak enak. Sebab, akibat dari peristiwa penganiayaan tersebut akan berdampak kepada akibat hukum yang akan diterima oleh pelaku.
     
    Namun, dalam penjelasan ini kami mengasumsikan bahwa penganiayaan yang Anda tanyakan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian yang diatur dalam dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
     
    Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
     
    Sanksi pidana denda dalam pasal di atas harus disesuaikan dengan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP yang menyatakan :
     
    Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2), dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.
     
    Dengan demikian, ancaman pidana denda Pasal 352 ayat (1) KUHP menjadi maksimum Rp4,5 juta.
     
    Apakah tersangka penganiayaan ringan dapat ditahan? Anda dapat menyimak penjelasannya dalam artikel Dapatkah Pelaku Penganiayaan Ringan Ditahan?
     
    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, teman Anda si A dapat dipidana karena melakukan penganiayaan ringan. Namun, sejatinya terhadap orang yang menghina orang tua teman Anda tersebut dapat saja diadukan dengan pasal penghinaan, bila memang hal tersebut benar, dan tidak perlu mengeluarkan sikap yang menimbulkan konsekuensi hukum baru.
     
    Demikan jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    1. Hilman Hadikusuma. Bahasa Hukum Indonesia. (Bandung: Alumni), 1983;
    2. J.M. Van Bammel. Politik Hukum Pidana. (PT. Raja Grafindo Persada, 1997).
     

    [1] Pasal 319 KUHP

    Tags

    pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!