Intisari :
Jadi jika terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya maka pengadilan menjatuhkan pidana. Hukuman pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pencabutan hak-hak tertentu itu merupakan salah satu jenis dari pidana tambahan. Pencabutan hak-hak tertentu tersebut dilakukan pada hak-hak yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Misal, seorang dokter malpraktik dicabut haknya menjadi seorang dokter, tujuannya agar dokter tersebut tidak kembali melakukan perbuatan kejatahan yang sama, begitu pula terpidana korupsi (koruptor), dapat dicabut hak politiknya (hak memilih dan dipilih), tujuannya agar koruptor tadi tidak lagi melakukan perbuatan serupa yang tentu dapat merugikan negara Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jenis Pidana
Pidana Pokok terdiri dari:
Pidana mati;
Pidana penjara;
Pidana kurungan;
Pidana denda;
Pidana tutupan.
Pidana Tambahan terdiri dari:
Pencabutan hak-hak tertentu;
Perampasan barang-barang tertentu;
Pengumuman putusan hakim.
Perihal pidana tambahan ini merupakan jenis pidana yang bersifat menambah dari pidana pokok yang dijatuhkan. Sehingga pidana tambahan bersifat tidak dapat berdiri sendiri. Karena mengharuskan adanya pidana pokok yang dijatuhkan terlebih dahulu.
Hal ini juga dibenarkan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 36) menjelaskan bahwa selain hukuman pokok, maka dalam beberapa hal yang ditentukan dalam undang-undang dijatuhkan pula (ditambah) dengan salah satu dari hukuman tambahan. Hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman pokok, jadi tak mungkin dijatuhkan sendirian
Arti Pidana Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Lebih lanjut R.Soesilo menjelaskan (hal.55) bahwa pencabutan hak-hak tertentu merupakan salah satu jenis dari pidana tambahan. Pencabutan hak-hak tertentu memiliki arti bahwa tidak semua hak terpidana akan dicabut, (seperti hak asasi manusia, hak hidup, dan lainnya tidak dapat dicabut. Sebab apabila semua hak dicabut maka dapat mengakibatkan kehilangan kesempatan hidup bagi pihak terpidana.
Tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan semua hak-hak sipil.
Maka dari itu, pencabutan hak tertentu hanya dilakukan pada hak-hak yang memang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) KUHP, yaitu:
Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
Hak memasuki angkatan bersenjata;
Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian, atau pengampuan atas anak sendiri;
Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.
Selanjutnya, Pasal 38 KUHP, juga diatur mengenai batas waktu dari pencabutan hak, yaitu:
Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;
Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
Dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.
Jadi, mengenai pencabutan hak-hak tertentu, dijatuhkan bukan karena ingin menghilangkan kehormatan seseorang, akan tetapi berdasarkan kepatutan seperti alasan pencegahan agar seseorang tidak lagi melakukan perbuatan pidana serupa. Misal, seorang dokter malpraktik dicabut haknya menjadi seorang dokter, tujuannya agar dokter tersebut tidak kembali melakukan perbuatan kejatahan yang sama, begitu pula terpidana korupsi (koruptor), dapat dicabut hak politiknya (hak memilih dan dipilih), tujuannya agar koruptor tadi tidak lagi melakukan perbuatan serupa yang tentu dapat merugikan negara.
Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.[1] Dalam penyelesaian perkara di pengadilan, terdapat tiga bentuk putusan hakim, yaitu:
Putusan Bebas;
Putusan Lepas; dan
Putusan Pemidanaan
Putusan bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Sedangkan Putusan Pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yaitu:
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Dalam putusan pemidanaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf e
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), surat putusan memuat tuntutan pidana. Maka dalam hal ini, Hakim akan memutuskan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa, berupa pidana pokok maupun ditambah dengan pidana tambahan yang salah satunya mencakup pencabutan hak-hak tertentu.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor;
[1] Pasal 38 ayat (2) KUHP