Baru saja KPU mengumumkan hasil pemilu 2024 yaitu pengumuman hasil rekapitulasi nasional perolehan suara pilpres dan pileg 2024. Dari hasil tersebut, ditetapkan siapa yang menang pilpres 2024 yaitu Prabowo-Gibran. Namun hasil pilpres 2024 tersebut kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh pasangan capres dan cawapres lain. Apakah gugatan ini termasuk sengketa hasil pemilu? Apa bedanya dengan sengketa proses pemilu? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Sengketa pemilu terdiri dari sengketa proses pemilu dan sengketa hasil pemilu. Penyelesaian dari kedua jenis sengketa tersebut berbeda. Kewenangan penyelesaian sengketa proses pemilu ada pada Bawaslu dan PTUN. Sedangkan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilu merupakan ranah MK.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Perbedaan Sengketa Proses dengan Sengketa Hasil Pemilu yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 22 Januari 2019.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Menurut Uu Nurul Huda dalam bukunya Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia (hal. 273), membedakan 4 jenis masalah hukum pemilu:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pelanggaran;
Sengketa proses;
Perselisihan hasil pemilu; dan
Tindak pidana pemilu.
Pasal 466 UU Pemilu mendefinisikan sengketa proses pemilu sebagai sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (“KPU”), keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.
Jadi berdasarkan definisi tersebut, Nurul Huda (hal. 274) membedakan sengketa proses pemilu menjadi dua kategori:
Sengketa pemilu antar peserta pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
Sengketa pemilu antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Sedangkan yang dimaksud dengan perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 473 ayat (1) UU Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.
Lebih lanjut menurut Nurul Huda (hal. 274), perselisihan hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu, dan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.[1]
Jadi dapat disimpulkan, sengketa proses pemilu adalah sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, sedangkan sengketa hasil pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.
Siapa yang Mengadili Sengketa Pemilu?
Sebagaimana diketahui, KPU telah mengumumkan siapa yang menang pilpres 2024 serta hasil pileg 2024 melalui Keputusan KPU 360/2024 yang mana salah satunya menetapkan jumlah suara sah pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran meraup 96.214.691 suara, sebagai pemenang pilpres 2024.
Namun hingga saat artikel ini diterbitkan, tim hukum nasional pasangan capres dan cawapresAnies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) resmi mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu atas Keputusan KPU 360/2024 ke Mahkamah Konstitusi.
Lalu, siapa yang mengadili sengketa pemilu? Ini merupakan kewenangan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU MK, yakni berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
memutus pembubaran partai politik; dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 474 ayat (1) bahwa jika terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, maka dapat mengajukan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada MK.
Sementara itu, Pasal 475 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa perselisihan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden dapat mengajukan keberatan kepada MK paling lambat 3 hari setelah penetapan hasil oleh KPU.
Adapun, putusan MK termasuk atas perselisihan hasil pemilu bersifat final, yakni putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK dalam UU MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).[2]
Dari penjelasan tersebut dapat kita lihat bahwa MK hanya berwenang memutus sengketa hasil pemilu. Lalu, siapa yang berwenang memutus sengketa proses pemilu?
Lembaga yang berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (“Bawaslu”) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”).[3]
Dalam sengketa proses pemilu, Bawaslu bertugas melakukan pencegahan dan penindakan dengan rincian sebagai berikut:
Pencegahan sengketa proses pemilu oleh Bawaslu bertugas:[4]
mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan serta pelanggaran Pemilu;
mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi Penyelenggaraan Pemilu;
berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait; dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Penindakan sengketa proses pemilu oleh Bawaslu bertugas:[5]
menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu;
memverifikasi secara formal dan material permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu;
melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa;
melakukan proses adjudikasi sengketa proses pemilu; dan
memutus penyelesaian sengketa proses pemilu.
Putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa proses pemilu yang berkaitan dengan:[6]
verifikasi partai politik peserta pemilu;
penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan
penetapan pasangan calon.
Dalam hal penyelesaian sengketa proses pemilu di atas yang dilakukan oleh Bawaslu tidak diterima oleh para pihak, para pihak dapat mengajukan upaya hukum kepada PTUN.[7]
Apabila berlanjut ke PTUN, maka penyelesaian sengketa proses pemilu di PTUN meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon peserta pemilu, atau bakal pasangan calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.[8]
Sengketa proses pemilu adalah sengketa yang timbul antara:[9]
KPU dan partai politik calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang penetapan partai politik peserta pemilu;
KPU dan pasangan calon yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon; dan
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap.
Adapun pengajuan gugatan atas sengketa proses pemilu ke PTUN dilakukan setelah upaya administrasi di Bawaslu telah digunakan.[10] Mengenai tata cara penyelesaian sengketa proses pemilu di PTUN, Anda dapat merujuk dalam Perma 5/2017.
Sehingga menjawab pertanyaan Anda, lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa (perselisihan) hasil pemilu adalah MK. Sedangkan, untuk sengketa proses pemilu, lembaga yang berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu adalah Bawaslu dan PTUN.
Sebagai tambahan informasi, dikutip dari Instagram Live Klinik Hukumonline yang berjudul Cara Melaporkan Dugaan Pelanggaran dan Sengketa Pemilu 2024, jika ada dugaan kecurangan pemilu, pihak yang berkepentingan dapat menggunakan sarana hukum yang telah tersedia dan tidak perlu memprovokasi publik. Sebab pemilu diselenggarakan untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.