Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Beli Barang dengan Mencicil, Berarti Hak Milik Sudah Berpindah?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Beli Barang dengan Mencicil, Berarti Hak Milik Sudah Berpindah?

Beli Barang dengan Mencicil, Berarti Hak Milik Sudah Berpindah?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Beli Barang dengan Mencicil, Berarti Hak Milik Sudah Berpindah?

PERTANYAAN

Apakah benda yang kita beli secara kredit sudah termasuk menjadi hak milik yang sah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Ada 2 jenis benda menurut hukum perdata, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai cara beralihnya kepemilikan, tergantung dari jenis benda yang menjadi objek jual beli.
     
    Untuk benda bergerak, hak milik berpindah ketika barang diserahkan (levering) penjual dan diterima pembeli. Sedangkan jika benda tidak bergerak seperti tanah, beralihnya hak milik ketika nama penjual diubah menjadi nama pembeli dalam suatu sertifikat/akta tanah yang didaftarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum jual beli hak atas tanah. 
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     
    Ada 2 jenis benda menurut hukum perdata, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai cara beralihnya kepemilikan, tergantung dari jenis benda yang menjadi objek jual beli.
     
    Untuk benda bergerak, hak milik berpindah ketika barang diserahkan (levering) penjual dan diterima pembeli. Sedangkan jika benda tidak bergerak seperti tanah, beralihnya hak milik ketika nama penjual diubah menjadi nama pembeli dalam suatu sertifikat/akta tanah yang didaftarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum jual beli hak atas tanah. 
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Konsep Jual Beli Barang
    Secara mendasar perjanjian mengikat bagaikan undang-undang bagi pihak yang sepakat, dan didasarkan dengan itikad baik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yaitu:
     
    Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
     
    Perjanjian yang dimaksud bisa tertulis atau tidak tertulis, asalkan memenuhi empat syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, ialah:
    1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. suatu pokok persoalan tertentu;
    4. suatu sebab yang tidak terlarang.
     
    Menurut J. Satrio, seseorang dikatakan telah memberikan persetujuan/sepakatnya kalau orang tersebut memang menghendaki apa yang disepakati.[1]
     
    Subekti juga menyatakan dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal. 1) bahwa perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
     
    Perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam prestasi, seperti yang dicantumkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yakni:
    1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang;
    2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
    3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
     
    Jual beli pun bahkan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.[2]
     
    Perihal jual beli yang pembayarannya dilakukan secara kredit/mencicil (sesuai janji dilunasi di kemudian hari) oleh pembeli agar penjual menyerahkan suatu barang, menurut hukum sah-sah saja dilakukan sepanjang disepakati kedua belah pihak.[3]
     
    Beralihnya Hak Milik
    Sebelum berbicara peralihan hak milik suatu barang, perlu dipahami dulu bahwa KUH Perdata mengatur pembagian benda menjadi 2 macam, benda bergerak dan benda tidak bergerak.
     
    Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Lihat artikel Mengenai Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak, Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Subekti juga menjelaskan suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

    Masih bersumber dari artikel yang sama, menurut Frieda Husni Hasbullah dalam bukunya Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 45-48), sebagaimana disarikan, pentingnya pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak berkaitan dengan salah satunya yaitu levering (penyerahan).
     
    Menurut Pasal 612 KUH Perdata, penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering) oleh atas nama pemilik. Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering).
     
    Sedangkan menurut Pasal 616 KUH Perdata, penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain membukukannya dalam register. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan peralihan haknya menurut ketentuan  Pasal 19 UUPA dan peraturan pelaksananya, karena bukti kepemilikan hak atas suatu bidang tanah dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah.
     
    Definisi hak milik dapat kita lihat di Pasal 570 KUH Perdata, yakni:
     
    Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undangundang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
     
    Sedangkan cara memperoleh hak milik menurut Pasal 584 KUH Perdata dilakukan sesuai dengan bunyi berikut:
     
    Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.
     
    Sehingga dengan kata lain hak milik salah satunya dapat dilakukan dengan penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata. Peristiwa perdata yang dimaksud adalah jual beli, yang dalam hal ini jual beli dapat dilakukan dengan cara kredit/ mencicil.
     
    Perlu Melihat Sifat/Jenis Benda
    Akan tetapi perlu dilihat sifat benda di atas, apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika contohnya benda bergerak seperti perabot rumah tangga yang dicicil. Tentu hak milik berpindah ketika barang diserahkan penjual dan diterima pembeli. Sedangkan jika contohnya benda tidak bergerak, seperti tanah, beralihnya hak milik ketika nama penjual diubah menjadi nama pembeli dalam suatu sertifikat/akta tanah yang didaftarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini sebagaimana bunyi Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”):
     
    PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    1. Hasbullah, Frieda Husni. 2005. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan. Ind-Hil-Co.
    2. J. Satrio. 1995. Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
    3. Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa.
     
     

    [1] J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 164
    [2] Lihat Pasal 1458 KUH Perdata
    [3] Lihat Pasal 1457 KUH Perdata

    Tags

    hukumonline
    google

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!