Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Guna Bangunan (HGB)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kata “dikuasai” yang digunakan disini bukan berarti memiliki, melainkan harus dimaknai memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk mengelola bumi dan kekayaan alam Indonesia.
Meurut UUPA, HGB didefinisikan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling 20 tahun. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.[2] HGB hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia, serta badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.[3]
Peralihan HGB karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah, harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. Sedangkan peralihan HGB karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Adapun peralihan HGB atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. Peralihan HGB atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.[5]
Pengadaan Tanah HGB BUMN untuk Kepentingan Umum
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) merupakan salah satu badan usaha yang didirikan di Indonesia, serta dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, BUMN dapat menjadi penyandang HGB.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Menurut hemat kami, sekalipun berstatus milik negara, BUMN merupakan sebuah entitas hukum yang terpisah. Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi, yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.[6] Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pemerintah dapat membeli tanah yang berstatus HGB atas nama BUMN, dengan perjanjian jual beli.
Lebih lanjut, di dalam pertanyaan, Anda menyinggung bahwa pembelian tanah HGB milik BUMN tersebut akan digunakan untuk pengadaan tanah. Oloan Sitorus dan Dayat Limbong dalam buku Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (hal. 5) menguraikan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pengadaan tanah yang dimaksud terbagi menjadi dua subsistem, yaitu:
pengadaan tanah oleh pemerintah karena kepentingan umum;
pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan kepentingan umum (komersial).
Anda tidak merinci lebih lanjut apakah maksud pembelian tanah HGB milik BUMN tersebut demi kepentingan umum, atau untuk menambah aset/penanaman modal. Kami berasumsi bahwa tujuan pembelian tanah melalui proses pengadaan tersebut demi kepentingan umum.
Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Pengadaan tanah tidak dapat dipisahkan dari kepentingan umum. Kepentingan umum sendiri ditafsirkan sebagai kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.[7]
Menurut Maria S.W. Sumardjono dalam buku Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (hal. 280), pengadaan tanah untuk pelbagai kepentingan seringkali menimbulkan konflik atau permasalahan dalam pelaksanaanya. Hal ini disebabkan oleh kesenjangan antara das sollen sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan das sein berupa kenyataan yang terjadi di lapangan.
Oleh karenanya, pembelian tanah HGB milik BUMN melalui proses pengadaaan tanah tetap tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tanah HGB, peraturan tentang harta kekayaan milik BUMN, dan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Maria S.W. Soemardjono. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta: Kompas, 2008.
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah, 2004.
[1] Pasal 16 ayat (1) UUPA
[3] Pasal 36 ayat (1) UUPA
[4] Pasal 34 ayat (3) PP 40/1996
[5] Pasal 34 ayat (4), (5), (6), dan (7) PP 40/1996
[6] Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU BUMN
[7] Pasal 1 angka 9 UU 2/2012