Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Izin yang Diperlukan untuk Usaha Industri Alat Berat

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Izin yang Diperlukan untuk Usaha Industri Alat Berat

Izin yang Diperlukan untuk Usaha Industri Alat Berat
EasybizEasybiz
Easybiz
Bacaan 10 Menit
Izin yang Diperlukan untuk Usaha Industri Alat Berat

PERTANYAAN

Saya mau mendirikan sebuah PT dengan jenis usaha industri alat berat seperti forklift, baik untuk dijual atau disewakan. PT saya tersebut nantinya masuk dalam kategori jenis usaha apa di dalam SIUP-nya dan klasifikasinya apa? Untuk pelaporan pajaknya, pajak apa saja yang dikenakan dan yang harus saya laporkan setiap bulannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sebuah perusahaan industri alat berat wajib memiliki Izin Usaha Industri (IUI), yang jenisnya bergantung pada jumlah tenaga kerja dan nilai investasi pada perusahaan industri alat berat tersebut. Adapun jenis pajak yang wajib dibayar oleh pengusaha antara lain Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23), Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26), Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) (PPh 4 (2)), PPh Final, dan Pajak Pertambahan Nilai.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Izin Usaha untuk Industri Alat Berat
    Pengertian perseroan terbatas (“PT”) dapat kita lihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi:
     
    Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
     
    Apabila Anda ingin memahami lebih jauh mengenai syarat dan prosedur pendirian PT, Anda dapat membaca artikel Prosedur dan Syarat Pendirian PT Terbaru yang Wajib Anda Ketahui dan berbagai artikel lain di laman Klinik.
     
    Berdasarkan informasi yang Anda berikan, PT yang didirikan akan melakukan kegiatan usaha industri alat berat seperti forklift (baik untuk dijual ataupun disewakan). Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian disebutkan bahwa industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
     
    Selanjutnya, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri (“PP 107/2015”) mewajibkan setiap kegiatan industri untuk memiliki Izin Usaha Industri (“IUI”). Kegiatan industri merupakan kegiatan mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri untuk menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi dan/atau menyediakan jasa industri. Kegiatan industri diklasifikasikan menjadi industri kecil, industri menengah, dan industri besar.[1]
     
    Melihat ketentuan di atas, tidak tepat apabila Anda bermaksud melakukan kegiatan usaha berupa industri akan tetapi izin yang hendak diajukan adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”), karena Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan telah menguraikan bahwa SIUP adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Yang perlu Anda urus adalah IUI.
     
    Klasifikasi IUI, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP 107/2015 jo. Pasal 3, 4, dan 5 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 Tahun 2016 tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Investasi Untuk Klasifikasi Usaha Industri, dibagi menjadi:
    1. IUI kecil untuk industri kecil, yaitu industri yang mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi kurang dari Rp1 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
    2. IUI menengah untuk industri menengah, yaitu industri yang mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi paling sedikit Rp1 milyar, atau mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi paling banyak Rp15 milyar;
    3. IUI besar untuk industri besar, yaitu industri yang mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi lebih dari Rp15 milyar.
     
    Dengan demikian, IUI yang Anda perlukan bergantung pada jumlah tenaga kerja dan nilai investasi Anda pada perusahaan industri alat berat tersebut.
     
    Cara Memperoleh IUI
    Untuk memperoleh IUI, sesuai Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penerbitan Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan dalam Kerangka Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“Permenperin 15/2019”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 30 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penerbitan Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan dalam Kerangka Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“Permenperin 30/2019”), Anda dapat mengajukan melalui laman Online Single Submission (“OSS”). Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai OSS, Anda dapat membaca artikel Poin-poin Penting dalam Proses Pengajuan Izin Usaha Melalui OSS.
     
    IUI yang diterbitkan oleh OSS belum berlaku efektif sampai dengan dipenuhinya seluruh komitmen. Pelaku usaha yang memiliki IUI yang belum efektif tidak dapat melakukan kegiatan produksi komersial.[2] Keseluruhan komitmen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha antara lain:[3]
    1. memiliki akun sistem informasi industri nasional (SIINas);
    2. bagi perusahaan industri yang dikecualikan dari kewajiban berlokasi di kawasan industri, memiliki surat keterangan;
    3. menyampaikan data industri;
    4. telah dilakukan verifikasi teknis.
     
    Pajak
    Terkait perpajakan perusahaan Anda, ada perlunya kita meninjau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
     
    Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”), wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
     
    Sedangkan badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.[4]
     
    Apabila perusahaan Anda telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka perusahaan tersebut telah memiliki kewajiban perpajakan. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU 28/2007, yang menyatakan bahwa:
     
    Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
     
    Jenis pajak yang wajib dibayar antara lain Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21), Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23), Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26), Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) (PPh 4 (2)), PPh Final, dan Pajak Pertambahan Nilai. Penjelasan detail mengenai jenis pajak tersebut dapat Anda baca dalam artikel Pajak Perusahaan yang Harus Dipenuhi Tiap Bulan Saat Menjalankan Bisnis.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ketiga kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
    2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, kedua kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, dan terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
     

    [1] Pasal 2 ayat (2) dan (3) PP 107/2015
    [2] Pasal 12 ayat (2) dan (3) Permenperin 15/2019
    [3] Pasal 13 Permenperin 30/2019
    [4] Pasal 1 angka 3 UU 28/2007

    Tags

    alat berat
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!