Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Memalsukan KK untuk Mengakali Sistem Zonasi Sekolah

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Hukumnya Memalsukan KK untuk Mengakali Sistem Zonasi Sekolah

Hukumnya Memalsukan KK untuk Mengakali Sistem Zonasi Sekolah
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Memalsukan KK untuk Mengakali Sistem Zonasi Sekolah

PERTANYAAN

Adakah sanksi bagi orangtua yang memalsukan alamat di Kartu Keluarga untuk mengakali sistem zonasi demi memasukkan anaknya ke sekolah favorit?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jalur zonasi merupakan salah satu jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (“PPDB”). Perbuatan pemalsuan terhadap kartu keluarga demi PPDB untuk mengakali pemberlakuan sistem zonasi dapat dijerat pidana dalam UU 24/2013, KUHP atau UU 1/2023, maupun UU PDP.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 8 Januari 2020.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?

    Bolehkah Sekolah Menyita Ponsel Siswa?

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Jalur Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

    Sebelum mengulas pertanyaan Anda lebih jauh, ada perlunya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan sistem zonasi.

    Jalur zonasi sendiri merupakan salah satu jalur PPDB yang dikenal dalam Permendikbud 1/2021 yaitu penerimaan peserta didik baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.[1] PPDB untuk SD, SMP, dan SMA dilaksanakan melalui jalur pendaftaran PPDB. Selain zonasi, pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan/atau prestasi.[2]

    Pasal 13 ayat (1) Permendikbud 1/2021 menjelaskan mengenai kuota jalur zonasi bahwa jalur zonasi SD paling sedikit 70% dari daya tampung sekolah, jalur zonasi SMP paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah, jalur zonasi SMA paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah. Dalam hal masih terdapat sisa kuota dari jalur zonasi, pemerintah daerah dapat membuka jalur prestasi.[3]

    Ketentuan mengenai jalur zonasi diatur dalam Pasal 17 s.d. Pasal 20 Permendikbud 1/2021. PPDB diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di dalam wilayah zonasi yang ditetapkan pemerintah daerah. Domisili calon peserta didik ini berdasarkan alamat pada kartu keluarga (“KK”) yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB. Apabila KK tersebut tidak dimiliki oleh calon peserta didik karena keadaan tertentu, maka dapat diganti dengan surat keterangan domisili.[4]

    Surat keterangan domisili tersebut diterbitkan oleh ketua RT atau ketua RW yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang berwenang yang memuat keterangan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili. Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.[5]

    Calon peserta didik hanya dapat memilih satu jalur pendaftaran PPDB dalam satu wilayah zonasi. Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur afirmasi atau jalur prestasi di luar wilayah zonasi domisili peserta didik sepanjang memenuhi persyaratan.[6]

     

    Penetapan Wilayah Zonasi

    Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang melibatkan musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah. Sedangkan sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi atau kabupaten/kota dapat dilakukan berdasarkan kerja sama antar Pemerintah Daerah kemudian melaporkan penetapan wilayah zonasi tersebut kepada Menteri melalui unit pelaksana teknis Kementerian yang membidangi penjaminan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan. Penetapan wilayah zonasi pada setiap jenjang ini diumumkan paling lama 1 (satu) bulan sebelum pengumuman secara terbuka pendaftaran PPDB.[7]

    Penetapan wilayah zonasi harus memperhatikan sebaran sekolah, data sebaran domisili calon peserta didik dan kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan dengan ketersediaan jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di daerah tersebut. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memastikan semua wilayah administrasi masuk dalam penetapan wilayah zonasi sesuai dengan jenjang pendidikan. Dinas pendidikan memastikan semua sekolah telah menerima peserta didik dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan.[8]

     

    Pemalsuan Data Kartu Keluarga

    Terkait pertanyaan Anda, menurut Penjelasan Pasal 5 huruf g UU 24/2013 kartu keluarga merupakan salah satu jenis dokumen kependudukan selain blangko KTP-el, biodata penduduk, surat keterangan kependudukan, akta kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian, akta kematian, akta pengakuan anak, dan akta pengesahan anak.

    Dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.[9] Adapun yang dimaksud dengan kartu keluarga adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.[10]

    Patut diperhatikan bahwa penerbitan atau perubahan kartu keluarga, KTP, dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya diakibatkan oleh adanya peristiwa kependudukan yang meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.[11]

    Selain sebagai dokumen kependudukan, beberapa elemen di dalam kartu keluarga juga dikategorikan sebagai data kependudukan yang terdiri atas data perseorangan dan/atau data agregat pendudukan. Data perseorangan, di antaranya, meliputi nomor kartu keluarga, alamat sebelumnya, dan alamat sekarang.[12]

    Kemudian terkait pemalsuan data kependudukan, Pasal 94 UU 24/2013 menyatakan bahwa:

    Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.

     

    Contoh Kasus Manipulasi Data Kartu Keluarga

    Sekalipun tidak spesifik mencontohkan pemalsuan kartu keluarga untuk mengakali sistem zonasi, Putusan PN Bengkalis No. 502/Pid.B/2019/PN Bls dapat menjadi contoh bagi penerapan Pasal 94 UU 24/2013.

    Dalam kasus tersebut, digambarkan bahwa Terdakwa hendak membeli motor di Bengkalis, namun KTP-nya telah habis masa berlakunya (hal. 19). Terdakwa A kemudian menggunakan identitas palsu agar dapat membuat KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, dan surat keterangan pengganti KTP yang baru (hal. 16).

    Semua dokumen yang diminta selesai dalam sehari. Atas pembuatan dokumen tersebut, Terdakwa membayar total Rp4.9 juta (hal. 17 – 18). Atas perbuatannya, Terdakwa diputus bersalah dan dihukum dengan pidana penjara selama enam bulan (hal. 21).

     

    Perspektif KUHP

    Pelaku manipulasi data kartu keluarga juga berpotensi dijerat dengan KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[13] yaitu tahun 2026, yang berbunyi:

    KUHP

    UU 1/2023

    Pasal 263

    1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
    2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

     

    Pasal 391

      1. Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[14]
      2. Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).

    Pasal 266

    1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya ,sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
    2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

    Pasal 394

    Setiap orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[15]

     

    Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195), yang diartikan dengan surat dalam Pasal 263 KUHP adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lainnya.

    Surat yang dipalsu harus merupakan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, menerbitkan perjanjian, menerbitkan pembebasan utang, dan surat yang digunakan sebagai suatu keterangan bagi suatu peristiwa. Perbuatan yang diancam hukuman di sini adalah membuat surat palsu atau memalsukan surat (hal. 195).

    Masih menurut buku yang sama (hal. 197), yang dinamakan akta autentik dalam Pasal 266 KUHP adalah surat-surat yang dibuat oleh pegawai umum menurut bentuk dan syarat yang ditetapkan undang-undang.

    Soesilo mencontohkan bahwa yang dapat dihukum menurut pasal ini adalah orang yang memberikan keterangan tidak benar kepada pegawai Burgerlijke Stand untuk dimasukkan ke dalam akta kelahiran. Tujuannya untuk mempergunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta tersebut seolah keterangan yang ada di dalamnya benar (hal. 197).

    Selain KUHP, setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.[16]

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
    3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
    4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah.

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor 502/Pid.B/2019/PN Bls.

     

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.


    [1] Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah (“Permendikbud 1/2021”)

    [2] Pasal 12 Permendikbud 1/2021

    [3] Pasal 13 ayat (4) Permendikbud 1/2021

    [4] Pasal 17 Permendikbud 1/2021

    [5] Pasal 18 Permendikbud 1/2021

    [6] Pasal 19 Permendikbud 1/2021

    [7] Pasal 20 ayat (1), ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8) Permendikbud 1/2021

    [8] Pasal 20 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Permendikbud 1/2021

    [9] Pasal 1 angka 8 UU 24/2013

    [10] Pasal 1 angka 13 UU 24/2013

    [11] Pasal 1 angka 11 UU 24/2013

    [12] Pasal 58 ayat (1) dan (2) huruf a, r, dan s UU 24/2013

    [13] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [14] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023

    [15] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023

    [16] Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi

    Tags

    anak
    kependudukan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!