Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum Menolak Pemakaman Jenazah COVID-19

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Jerat Hukum Menolak Pemakaman Jenazah COVID-19

Jerat Hukum Menolak Pemakaman Jenazah COVID-19
Sigar Aji Poerana, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum Menolak Pemakaman Jenazah COVID-19

PERTANYAAN

Adakah protokol tertentu untuk melakukan pemakaman jenazah pasien yang positif COVID-19? Bagaimana jika masyarakat masih menolak pemakaman jenazah tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kementerian Agama telah menerbitkan setidaknya dua surat edaran terkait protokol pemakaman jenazah pasien COVID-19 melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Kristen.
     
    Pelaku yang menolak pemakaman pasien COVID-19, sehingga menghalangi atau mempersulit prosesi pemakaman, dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Protokol Pemakaman Pasien COVID-19
    Sepanjang penelusuran kami, Kementerian Agama telah menerbitkan dua surat edaran terkait pertanyaan Anda:
    1. Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor P-002/DJ.III/HK.00.7/03/2020 Tahun 2020 tentang Imbauan dan Pelaksanaan Protokol Penanganan COVID-19 pada Area Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (“SE Dirjen BIMAS Islam P-002/2020”) sebagaimana yang telah diubah dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor P-003/DJ.III/HK.00.7/04/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor P-002/DJ.III/HK.00.7/03/2020 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan COVID-19 pada Area Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (“SE Dirjen BIMAS Islam P-003/2020”);
     
    Bagian Keempat huruf a SE Dirjen BIMAS Islam P-002/2020 jo. Bagian Kedua SE Dirjen BIMAS Islam P-003/2020 menerangkan bahwa dalam pengurusan jenazah:
    1. Pengurusan jenazah pasien COVID-19 dilakukan oleh petugas kesehatan yang beragama Islam dari pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan;
    2. Jenazah ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak dapat tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar;
    3. Jenazah yang dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam keadaan mendesak, seperti autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas; dan
    4. Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.
     
    Bagian Keempat huruf b SE Dirjen BIMAS Islam P-002/2020 kemudian menerangkan mengenai protokol pada salat jenazah:
    1. Untuk pelaksanaan salat jenazah, dilakukan di rumah sakit rujukan. Jika tidak, salat jenazah dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan disinfektasi setelah salat jenazah;
    2. Salat jenazah dilakukan sesegera mungkin dengan mempertimbangkan waktu yang telah ditentukan, yaitu tidak lebih dari empat jam;
    3. Salat jenazah dapat dilaksanakan sekalipun oleh satu orang.
     
    Bagian Keempat huruf c SE Dirjen BIMAS Islam P-002/2020 jo. Bagian Kedua SE Dirjen BIMAS Islam P-003/2020 kemudian menguraikan protokol dalam penguburan jenazah:
    1. Jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter;
    2. Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah;
    3. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur diperbolehkan, karena darurat;
    4. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan. Dengan cara demikian, saat dikubur, jenazah menghadap kiblat;
    5. Penguburan jenazah dengan cara memasukkannya ke dalam peti ke liang kubur dilakukan tanpa harus membuka peti, plastik, dan kain kafan;
    6. Penguburan jenazah dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum.
     
    Sementara itu, Bagian Ketiga SE Dirjen BIMAS Kristen B-512/2020 menerangkan bahwa:
     
    Berkaitan dengan pelayanan ibadah Penguburan Orang Meninggal, untuk penanganan pasien yang meninggal karena Positif COVID-19 dilaksanakan dengan SOP penguburan orang meninggal dari Satgas Kesehatan serta dapat juga mengikuti Panduan Pelayanan dan Ibadah Perkabungan Warga Gereja Positif COVID-19 yang dikeluarkan oleh PGI. Bagi jemaat yang meninggal bukan karena Positif COVID-19, dapat dilakukan berdasarkan tata ibadah gereja masing-masing dengan tetap berpatokan kepada maklumat Kapolri RI serta tetap menjaga jarak dalam pelayanan.
     
    Sebagai contoh, kami akan meringkas panduan yang diterbitkan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, yaitu:
    1. Pemulasaran jenazah wajib dilakukan oleh petugas dengan alat pelindung diri yang terdiri dari:
    1. pakaian/gaun sekali pakai yang berlengan panjang dan kedap air;
    2. sarung tangan nonsteril (satu lapis) yang menutupi manset pakaian/gaun;
    3. pelindung wajah atau kacamata;
    4. masker bedah;
    5. celemek karet;
    6. sepatu tertutup yang tahan air.
    1. Jenazah setelah diberi pakaian lengkap akan dibungkus plastik dan dimasukkan dalam kantung jenazah serta disegel, demikian pula peti yang digunakan akan terbungkus rapat agar tidak ada kebocoran cairan tubuh. Bagian luar pembungkus jenazah dan peti harus didisinfektasi sebelum dibawa menggunakan mobil jenazah khusus. Peti tidak akan dibuka hingga dikubur atau dikremasi.
    2. Jika keluarga atau pelayan gereja/majelis jemaat ingin melihat atau mendekati jenazah, sebelum masuk ke dalam kantung jenazah dan peti, maka yang bersangkutan harus mengenakan alat pelindung diri.
    3. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik formalin/diawetkan.
    4. Peti jenazah diantar dengan mobil jenazah khusus ke krematorium atau pemakaman.
    5. Jenazah hanya akan disemayamkan di ruang pemulasaran, tidak lebih dari empat jam;
    6. Apabila bermaksud mendekati wilayah ruangan, maka harus dengan persetujuan dan petunjuk pihak rumah sakit.
    7. Jika ada kesempatan untuk melakukan kebaktian pemberangkatan/pelepasan jenazah, sebaiknya dilakukan dengan singkat dan di ruangan khusus agar tidak berdekatan dengan ruang pemulasaran jenazah.
    8. Pemakaman atau kremasi hendaknya hanya dihadiri secara terbatas.
    9. Selama prosesi kremasi atau pemakaman, ketentuan jarak antar peti dan orang yang hadir harus ditentukan oleh tim medis atau pihak rumah sakit. Jika ada larangan melayani dalam jarak dekat, dapat diupayakan pelayanan jarak jauh, online atau streaming.
     
    Jerat Hukum bagi yang Keberatan Adanya Pemakaman Pasien COVID-19
    Dalam artikel Pasal 178 KUHP, Ancaman Pidana Jika Menolak Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19, diberitakan bahwa di beberapa daerah, warga menolak pemakaman korban positif COVID-19 di wilayah mereka. Alasannya, warga khawatir tertular COVID-19.
     
    Dalam artikel itu, Daddy Fahmanadie, dosen hukum pidana Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, menilai bahwa perbuatan tersebut dapat dijerat dengan sanksi pidana.
     
    Sanksi pidana yang dimaksud adalah Pasal 178 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP yang berbunyi:
     
    Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak satu juta delapan ratus ribu rupiah.
     
    Lebih lanjut Daddy menjelaskan, karena delik pasal tersebut adalah delik biasa, maka aparat penegak hukum dapat langsung melakukan tindakan tanpa ada yang mengadukan terlebih dahulu.
     
    R. Soesilo sebagaimana dikutip dalam berita di atas, menerangkan bahwa perbuatan ini harus dilakukan dengan sengaja ‘merintangi’, artinya menghalang-halangi, sehingga pembawaan jenazah itu tidak dapat berlangsung.
     
    ‘Menyusahkan’ artinya mengganggu, sehingga meskipun pembawaan jenazah itu dapat berlangsung, akan tetapi dengan susah payah. R. Soesilo pun menegaskan bahwa pembawaan jenazah itu harus tidak terlarang. Artinya pembawaan itu patut, diizinkan oleh aparat pemerintah. Bukan penguburan jenazah secara gelap.
     
    Oleh karena pemakaman jenazah pasien COVID-19 diperbolehkan, sehingga pemakaman tersebut bukanlah pemakaman tak berizin. Barang siapa yang menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19, sehingga merintangi dan/atau mempersulit proses pemakaman tersebut, dapat dipidana.
     
    Kami telah mengkompilasi berbagai topik hukum yang sering ditanyakan mengenai dampak wabah Covid-19 terhadap kehidupan sehari-hari mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik, dan lain-lain. Informasi ini dapat Anda dapatkan di tautan berikut covid19.hukumonline.com.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, diakses pada 15 April 2020, pukul 17.50 WIB.

    Tags

    covid-19
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!