KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keputusan Sidang Isbat dan Keseragaman Awal Puasa

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Keputusan Sidang Isbat dan Keseragaman Awal Puasa

Keputusan Sidang Isbat dan Keseragaman Awal Puasa
Drs. Agus Triyanta, MA.,M.H.,Ph.DPSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
Keputusan Sidang Isbat dan Keseragaman Awal Puasa

PERTANYAAN

Di Indonesia, umat Muslim tak jarang menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan di tanggal masehi yang berbeda-beda. Sebenarnya, bagaimana hukumnya? Bukankah hasil sidang isbat Kemenag harus ditaati?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penetapan awal Ramadan dilakukan melalui Keputusan Menteri Agama, berdasarkan hasil sidang isbat yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama.
     
    Meski hasilnya merupakan Surat Keputusan Menteri Agama, namun karena terkait dengan kebebasan untuk memeluk agama dan mengamalkan ajaran agamanya, termasuk di dalamnya tata cara dan hal-hal terkait dengan pelaksanaan ajaran agama itu, sehingga dalam masalah perbedaan awal Ramadan ini tidak dapat dipaksakan. Hal ini dinilai sebagai bentuk khilafiyah (perbedaan pendapat terkait Hukum Islam).
     
    Idealnya, memang terjadi keserempakan di kalangan pemeluk agama Islam, sebagaimana tujuan dari diadakannya sidang isbat, yaitu untuk memperkecil khilafiyah tersebut.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Keputusan Sidang Isbat dan Kewajiban Mematuhinya
    Di Indonesia, ketetapan hasil sidang isbat Kementerian Agama dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Agama, berdasarkan hasil dari sidang isbat yang melibatkan berbagai unsur, baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan Islam dan Majelis Ulama Indonesia.
     
    Sebelum sidang isbat tersebut, pembahasan mendetail soal hasil hisab dan kemungkinan hasil rukyat dilakukan oleh Subdirektorat Hisab Rukyat dan Syariah Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.
     
    Suatu keputusan, sebagaimana diterangkan dalam Perbedaan Keputusan dengan Peraturan, memiliki kekuatan hukum secara khusus atau individual dan konkret serta tidak masuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 7 maupun Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
     
    Di sisi lain, ada landasan hukum lain yang lebih kuat, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) yang memberikan kebebasan untuk memeluk agama dan juga kebebasan dalam menjalankan ajaran agama tersebut.
     
    Hal tersebut ditegaskan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
     
    Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
     
    Dari isi Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 di atas dapat diberikan analisis bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memilih agama dan kepercayaan beserta berbagai cara peribadatannya. Siapapun tidak dapat menghalangi peribadatan dari agamanya tersebut.
     
    Dalam konteks ini, maka tata cara peribadatan yang diyakini dan memiliki dasar dalam agama dan kepercayaan tersebut merupakan hak yang dijamin undang-undang, sehingga dalam masalah yang berkaitan dengan rangkaian ritual, juga harus diberikan hak, dengan segala variasi tata cara dalam agama dan kepercayaan tersebut.
     
    Khilafiyah dalam Tata Cara Beribadah
    Dalam tata cara ibadah puasa Ramadan, misalnya, penentuan awal dan akhir puasa atau awal Idulfitri, dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Kedua metode tersebut juga diakui keabsahannya di Indonesia.
     
    Dua metode yang berbeda itu pun digunakan oleh organisasi-organisasi Islam di Indonesia, seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. Maka sebagai akibatnya, perbedaan dalam penentuan awal dan akhir bulan puasa senantiasa terjadi.
     
    Ahmad Izzuddin dalam buku Ilmu Falak Praktis (hal. 152 – 153) menerangkan bahwa pada dasarnya, jika akhir bulan Sya’ban (menjelang 1 Ramadan) atau akhir Ramadan (menjelang 1 Syawal) posisi bulan sudah di atas ufuk pada saat matahari terbenam, tetapi ketinggian bulan (hilal) masih di bawah 2 derajat, maka menurut penganut metode hisab, kondisi tersebut sudah menjadi pertanda datangnya bulan baru.
     
    Sedangkan bagi penganut metode rukyat, semuanya tergantung pada nampak atau tidaknya bulan pada pengamatan yang dilakukan. Inilah pangkal utama terjadinya perbedaan awal Ramadan atau awal Syawal.
     
    Maka, meskipun hasil sidang isbat telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama, namun Menteri Agama sendiri juga tetap memberikan kebebasan bagi yang melaksanakan awal puasa berbeda dengan ketetapan sidang isbat dengan tetap saling menghormati perbedaan.
     
    Dalam artikel Tak Ada Kontroversi di Balik Penentuan Awal Ramadan, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung periode 2005 – 2012, Wahyu Widiana, mengungkapkan, pemerintah tak bisa menuntut secara hukum pihak-pihak yang tidak menaati Keputusan Menteri Agama soal penentuan awal bulan Ramadan. Pasal 29 UUD 1945 soal kebebasan beragama adalah dasarnya. Sepanjang perbedaannya soal metode dan hasilnya, tidak masalah, kecuali, misalnya, menimbulkan keresahan sosial.
     
    Idealnya, baik penentuan awal puasa Ramadan maupun akhir Ramadan atau datangnya Idulfitri, haruslah berlaku sama bagi seluruh pemeluk agama Islam dalam satu negara.
     
    Apalagi jika dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi munculnya sidang isbat, sidang isbat (penetapan) awal Ramadan dan Syawal yang dipimpin Menteri Agama secara resmi mulai dilakukan pada 1962 yang hampir semuanya terdokumentasi dengan baik dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Agama.
     
    Tujuan dari adanya sidang isbat itu adalah untuk mengantisipasi berbagai perbedaan tersebut sebagaimana telah diuraikan dalam artikel Isbat Awal Ramadan dan Syawal 1436H dalam Khasanah Edisi XXI (Juni – Agustus 2015).
     
    Secara fiqih, memang perbedaan pendapat sebenarnya dapat diatasi atau diakhiri dengan keputusan pemimpin negara. Terdapat kaidah yang sangat dikenal, “hukmul hakim yarfa’ul khilaf” (keputusan hakim atau pemerintah, mengatasi perbedaan pandangan) sebagai dasar agar pemimpin negara untuk menengahi perbedaan tersebut.
     
    Namun, pemerintah tentu saja mempertimbangkan berbagai sisi kebaikan dan keburukan yang mungkin terjadi, sehingga tidak melakukan pemberlakuan secara ketat hasil sidang isbat tersebut.
     
    Di samping itu, memang dalam masalah ini, berbagai negara menempuh pendekatan yang berbeda-beda. Ada negara yang menerapkan keseragaman bagi seluruh pemeluk agama Islam dan ada pula yang tidak.
     
    Negara-negara Islam di Timur Tengah dan Malaysia serta Brunei Darussalam menerapkan waktu yang sama secara menyeluruh.
     
    Indonesia termasuk yang memperbolehkan orang Islam untuk berbeda dalam hal awal waktu puasa ataupun jatuhnya hari raya Idulfitri. Tentu saja masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.
     
    Kelebihan dari keseragaman awal dan akhir bulan Ramadan adalah adanya kebersamaan yang biasanya diidentikkan dengan kerukunan.
     
    Sedangkan kekurangannya adalah menutup pintu khilafiyah (perbedaan pendapat dan interpretasi Hukum Islam), di mana khilafiyah itu sendiri suatu hal yang dihargai dalam Hukum Islam.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
     
    Referensi:
    1. Ahmad Izzuddin. Ilmu Falak Praktis. Semarang: Pustaka Al-Hilal, 2012;
    2. Khasanah, Edisi XXI (Juni – Agustus 2015). Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015.

    Tags

    hukumonline
    agama

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!