Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Status Hukum Hutan Adat
Mengutip artikel
MK Tegaskan Hutan Adat Bukan Milik Negara, Mahkamah Konstitusi berpendapat harus ada pembedaan perlakuan terhadap hutan negara dan hutan adat, sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat.
Menurut Mahkamah Konstitusi, Negara mempunyai wewenang penuh terhadap hutan negara untuk mengatur peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Sedangkan terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh mana isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Hutan adat berada dalam cakupan hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum adat.
Definisi hutan adat berdasarkan Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”)
jo. Putusan MK 35/2012 adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Penetapannya dilakukan melalui permohonan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan oleh pemangku adat, lalu dilakukan validasi dan verifikasi.
[1]
Kemudian, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam waktu 14 hari kerja menetapkan status dan fungsi hutan adat berdasarkan hasil validasi dan verifikasi.
[2]
Penetapan status hutan adat dilakukan pemerintah sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.
[3] Jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah.
[4] Adapun wilayah pengelolaan hutan adat dilaksanakan melalui unit pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Adat (KPHA).
[5]
Hutan adat dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya. Dalam hal hasil hutan adat diperdagangkan, perlakuan kewajiban terhadap hutan adat dipersamakan dengan kewajiban pada hutan negara.
[6]Sebagai informasi, disarikan dari laman PPID Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada artikel
Penyerahan SK Perhutanan Sosial dan Hutan Adat untuk Rakyat Riau, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengungkapkan, sampai dengan Februari 2020 untuk pengakuan dan penetapan hutan adat telah mencapai seluas 35.150 Ha yang tersebar dalam 65 masyarakat hukum adat.
Jika Hutan Adat Dibabat oleh Perusahaan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hutan adat berada dalam wilayah masyarakat hukum adat yang dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat hukum adat itu sendiri.
Permen LHK 21/2019 telah menegaskan hak dan kewajiban dari pemangku hutan adat yaitu:
Hak pemangku hutan adat:
[7]mendapat perlindungan dari gangguan perusakan dan pencemaran lingkungan;
mengelola dan memanfaatkan hutan adat sesuai dengan kearifan lokal;
memanfaatkan dan menggunakan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan sumber daya genetik yang ada di dalam hutan adat;
mendapat perlindungan dan pemberdayaan terhadap kearifan lokal dalam perlindungan dan pengelolaan hutan adat;
memanfaatkan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan sesuai dengan fungsi hutan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
memperoleh dokumen legalitas kayu.
Kewajiban pemangku hutan adat:
[8]mempertahankan fungsi hutan adat;
menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari;
memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan; dan
pengamanan dan perlindungan terhadap hutan adat, antara lain perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan.
Jadi, perbuatan perusahaan yang sewenang-wenang tanpa izin membabat hutan adat adalah perbuatan ilegal. Hal ini dikarenakan masyarakat hukum adat selaku pemangku hutan adat dilindungi haknya untuk mengelola hutan adat dan mendapat perlindungan dari gangguan perusakan lingkungan. Selain itu, UU Kehutanan mengamanatkan bahwa yang berhak atas pemanfaatan hutan adat adalah masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Berkaitan dengan sanksi pidana, perbuatan perusahaan yang membabat hutan adat tanpa izin dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar, karena:
[9]melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;
melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
Referensi:
[1] Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) Permen LHK 21/2019
[2] Pasal 11 ayat (1) Permen LHK 21/2019
[3] Pasal 5 ayat (3) UU Kehutanan
[4] Pasal 5 ayat (4) UU Kehutanan
[5] Pasal 17 ayat (1) huruf c dan penjelasannya UU Kehutanan
[6] Pasal 37 ayat (1) dan penjelasannya UU Kehutanan
[7] Pasal 16 ayat (1) Permen LHK 21/2019
[8] Pasal 16 ayat (2) Permen LHK 21/2019