Adik saya merupakan seorang PNS. Ia memiliki hubungan dengan pria beristri. Percakapan telepon mereka terekam oleh istri pria tersebut, dan ia akan mempolisikan sehingga adik saya dipecat dari PNS. Lantas, apakah PNS bisa dipecat karena selingkuh?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perselingkuhan yang dapat dilaporkan secara pidana yaitu perbuatan zina yang merujuk pada ketentuan Pasal 284 KUHP lama atau Pasal 411 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku tahun 2026. Namun, pasangan selingkuh tersebut harus sudah bersetubuh atau berhubungan badan.
Lalu, bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hubungan sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah, bisa dikenakan hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat berdasarkan PP 94/2021. Apa saja jenis hukuman disiplin tersebut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 24 September 2020.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pasal Perzinaan dalam KUHP
Pada dasarnya, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak dikenal istilah “perselingkuhan” melainkan yang digunakan adalah istilah “perzinaan (overspel)”. Tindak pidana perzinaan telah diatur dalam Pasal 284 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 411 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 284 KUHP
Pasal 411 UU 1/2023
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur
menjadi tetap.
Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[2]
Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai
Mengenai pasal perzinaan, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Kemudian, untuk dapat dikenakan pasal tersebut, persetubuhan harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak (hal. 209).
Selain itu, delik perzinaan merupakan delik aduan absolut, sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan. Masih bersumber dari buku yang sama, R. Soesilo juga menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah. Misalnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut (hal. 209).
Menjawab pertanyaan Anda, bagi anggota Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) yang terbukti melakukan tindak pidana perzinaan, larangan perselingkuhan oleh PNS merujuk kepada Pasal 14 PP 45/1990 yang berbunyi:
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
Adapun yang dimaksud dengan hidup bersama adalah melakukan hubungan sebagai suami istri di luar ikatan perkawinan yang sah yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.[3]
PNS yang melanggar ketentuan pasal di atas, berpotensi dijatuhi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat berdasarkan PP 94/2021. Jenis hukuman disiplin tersebut terdiri dari:[4]
1. Hukuman Disiplin Ringan
teguran lisan;
teguran tertulis; atau
pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman Disiplin Sedang
pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 6 bulan;
pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 9 bulan; atau
pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 12 bulan.
3. Hukuman Disiplin Berat
penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan;
pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; dan
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Penjatuhan hukuman disiplin ringan,[5] sedang,[6] atau berat[7] karena selingkuh/berzina tersebut dikarenakan pelanggaran PNS terhadap kewajibannya yang salah satunya adalah untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf c dan d PP 94/2021. Sebagai informasi, hukuman disiplin tersebut dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja, instansi yang bersangkutan, dan/atau negara.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, jika PNS melanggar kewajibannya, ia berpotensi diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Lalu patut dicatat, PNS juga dapat diberhentikan sementara jika ditahan karena menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana.[8] Oleh karenanya, perlu dipastikan apakah adik Anda (PNS) melakukan perbuatan zina atau tidak.