Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukum Orang Tua Minta Uang ke Anak sebagai Biaya Membesarkan

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukum Orang Tua Minta Uang ke Anak sebagai Biaya Membesarkan

Hukum Orang Tua Minta Uang ke Anak sebagai Biaya Membesarkan
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukum Orang Tua Minta Uang ke Anak sebagai Biaya Membesarkan

PERTANYAAN

Saya sedang membantu ibu saya yang ingin bercerai dengan ayah saya karena ayah saya suka KDRT. Mereka tinggal di rumah yang saya belikan (sertifikat atas nama saya), karena orang tua saya tidak punya rumah. Kami mempunyai kendaraan yang seluruhnya dibeli oleh saya dan saya atas namakan adik dan ibu saya. Saya juga beli motor dan atas namakan ayah saya. Di saat dia marah dan KDRT kepada ibu, dia mengancam dan meminta uang ke anak sebagai biaya membesarkan anak atau mengajak hitung-hitungan kepada anak-anaknya. Apakah ayah saya berhak menuntut atas hasil perolehan harta yang saya beli dan saya atas namakan ibu dan adik saya? Apa sajakah yang menjadi harta gono gini ayah saya dan ibu saya yg pada kenyataan saat ini tidak punya rumah, hanya beberapa barang saja di dalam rumah.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan, harta bersama (harta gono gini) adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Yang termasuk harta bersama adalah pendapatan suami, pendapatan istri serta harta yang dibeli hasil dari pendapatan suami atau istri.  

    Kemudian, seorang anak yang telah dewasa berdasarkan Pasal 46 UU Perkawinan, berkewajiban untuk memelihara kedua orang tuanya menurut kemampuannya. Namun demikian, kewajiban tersebut bukan merupakan kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan untuk membesarkan anak. Dengan demikian, orang tua tidak dapat meminta kepada anaknya pengembalian biaya yang telah dikeluarkan untuk membesarkan anak tersebut.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bolehkah Orang Tua Menuntut Biaya Membesarkan Anak? yang dibuat oleh Dr. Henny Marlyna, S.H., M.H., M.L.I. dan pertama kali dipublikasikan pada 19 Oktober 2020.

    KLINIK TERKAIT

    Kedudukan Utang dan Harta Bersama dalam Perkawinan Poligami

    Kedudukan Utang dan Harta Bersama dalam Perkawinan Poligami

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Berdasarkan pernyataan Anda, kami simpulkan bahwa ada dua pertanyaan yang Anda ajukan. Pertama, soal harta bersama dalam perkawinan dan apakah harta yang Anda beli masuk dalam kategori harta bersama tersebut. Kedua, soal hukum orang tua minta yang ke anak sebagai biaya membesarkan anak sebagaimana Anda terangkan.

     

    Harta Bersama dalam Perkawinan

    Perihal harta bersama, kami sampaikan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan, ada tiga macam harta benda dalam perkawinan, yaitu:

    1. Harta bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan;
    2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang diperoleh/dibawa oleh masing-masing suami ataupun istri sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Jenis harta ini berada di bawah penguasaan masing-masing suami istri; dan
    3. Harta masing-masing suami istri, yang diperoleh melalui hadiah/hibah atau warisan/wasiat selama perkawinan. Jenis harta ini juga berada di bawah penguasaan masing-masing suami istri.

    Kemudian, Sayuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 92) menjelaskan bahwa harta bersama adalah harta perolehan selama dalam ikatan perkawinan yang didapat atas usaha masing-masing secara sendiri-sendiri atau didapat secara usaha bersama.

    Lebih lanjut, Evi Djuniarti dalam artikelnya Hukum Harta Bersama Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Hukum De Jure (hal. 453) menjelaskan bahwa yang termasuk harta bersama antara lain pendapatan suami, pendapatan istri, serta harta yang dibeli hasil dari pendapatan suami atau istri, tidak menjadi masalah apakah suami atau istri yang membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami mengetahui pada saat pembelian, dan tidak menjadi masalah atas nama siapa harta itu didaftarkan (hal. 448).

     

    Harta Bersama saat Perceraian

    Jika perceraian terjadi, berdasarkan Pasal 36 UU Perkawinan, terhadap harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya.[1]

    Berdasarkan cerita yang Anda sampaikan, kami mengasumsikan bahwa antara ayah dan ibu Anda tidak terdapat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta. Oleh karena itu, setiap harta yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama. 

    Selain itu kami mengasumsikan bahwa hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikan pembagian harta bersama ini adalah hukum Islam atau hukum positif yang berlaku.

    Bagi yang beragama Islam, harta bersama harus dibagi dua untuk suami dan istri.  Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 97 KHI yang menerangkan:

    Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

    Ketentuan yang sama berlaku berdasarkan hukum positif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 126 dan 128 KUH Perdata.

    Dengan kata lain, jika antara ayah dan ibu Anda selama perkawinan berlangsung terdapat pendapatan suami dan/atau istri serta harta yang dibeli dari pendapatan suami dan/atau istri, nantinya apabila telah terjadi perceraian, harta tersebutlah yang menjadi harta gono-gini dan harus dibagi dua untuk ayah dan ibu Anda.

    Kemudian, terkait pengertian harta bersama yang dipaparkan, kami tekankan bahwa harta benda yang Anda beli termasuk rumah dan kendaraan bukan merupakan harta bersama ayah dan ibu Anda.

     

    Penuntutan atas Biaya Membesarkan Anak

    Mengenai pertanyaan perihal hukum orang tua meminta uang ke anak sebagai biaya membesarkan anak, berdasarkan UU Perkawinan hal tersebut tidak dapat dilakukan.

    Pasalnya, membesarkan anak merupakan kewajiban orang tua, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 45 UU Perkawinan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Bahkan kewajiban tersebut terus berlaku meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya putus akibat perceraian.

    Kewajiban ini juga ditegaskan dalam Pasal 26 ayat 1 huruf a UU 35/2014 yang berbunyi:

    Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

    1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak

    Dengan demikian, ayah Anda tidak berhak menuntut harta yang Anda peroleh, termasuk harta yang diatasnamakan ibu dan adik Anda. Adapun mengenai motor yang diatasnamakan ayah Anda, apabila motor tersebut telah Anda hibahkan kepada ayah Anda sesuai dengan Pasal 1687 KUH Perdata, yaitu dengan menyerahkan motor tersebut begitu saja, maka motor tersebut menjadi milik ayah Anda.

    Kemudian, meskipun ayah Anda tidak dapat menuntut biaya membesarkan Anda, berdasarkan Pasal 46 UU Perkawinan, anak wajib menghormati kedua orang tua mereka, dan jika telah dewasa wajib memelihara kedua orang tuanya menurut kemampuannya. Merujuk ketentuan itu, Anda tetap mempunyai kewajiban untuk memelihara ayah Anda.

    Namun, kewajiban tersebut bukan sebagai kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan untuk membesarkan anak, melainkan kewajiban yang diamanatkan oleh undang-undang.

     

    Demikian jawaban dari kami terkait hukum orang tua meminta uang ke anak sebagai biaya membesarkan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

     

    Referensi:

    1. Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cetakan 5. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986;
    2. Evi Djuniarti. Hukum Harta Bersama Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Desember 2017.

    [1] Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cetakan 5. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986

    Tags

    keluarga dan perkawinan
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!