Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa (Departemen, Jawatan, atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (pasal 2 ayat 4).
Jika tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi "hak pengelolaan" sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan 6 yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.
instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah;
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
Perseroan Terbatas (“PT”) Persero;
badan otorita;
badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.
Badan-badan tersebut hanya dapat diberikan hak pengelolaan sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan lahan.
[3]
Sehingga, berkaitan dengan pertanyaan Anda, dapat disimpulkan bahwa hak pengelolaan tidak dapat diberikan kepada individu perorangan.
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.
[5]
Meskipun saat ini Permendagri 1/1977 tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Bidang Pertanahan, Bidang Pemerintahan, Bidang Kepegawaian, Bidang Kesehatan, Bidang Penanggulangan Bencana, Bidang Perpajakan, Bidang Komunikasi dan Telekomunikasi, Bidang Pelatihan dan Pendidikan, Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Bidang Wawasan Kebangsaan, Bidang Kepamongprajaan, Bidang Perencanaan, Pembangunan dan Tata Ruang Serta Bidang Perekonomian Tahap I, namun ketentuan serupa juga dimuat dalam PMA 9/1999 yang mensyaratkan adanya penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang hak pengelolaan apabila ingin memohonkan hak atas tanah terhadap tanah hak pengelolaan.
[6]
Sehingga, berdasarkan penjelasan di atas, kemungkinan besar yang Anda maksud dengan surat kuasa pengelolaan lahan yang diberikan dari pemerintah kecamatan merupakan perjanjian penyerahan/penunjukan penggunaan tanah dari instansi pemegang hak pengelolaan kepada penerima kuasa yang sudah meninggal dunia yang Anda maksud.
Sehingga, pada dasarnya hal tersebut masih berstatus sebagai perjanjian dan bukan bukti kepemilikan hak atas tanah yang dikelola. Hanya saja, sebagaimana yang kami jelaskan di atas, menurut PMA 9/1999, perjanjian tersebut dapat dijadikan dasar untuk memohonkan hak atas tanah terhadap tanah hak pengelolaan tersebut.
Namun, dikarenakan bentuknya berupa surat kuasa, maka berdasarkan Pasal 1813
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), pemberian kuasa berakhir salah satunya dengan meninggalnya yang menerima kuasa. Sehingga, menurut hemat kami surat kuasa tersebut tidak berlaku lagi dan hak di dalamnya tidak dapat diwariskan ke ahli waris.
Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Bidang Pertanahan, Bidang Pemerintahan, Bidang Kepegawaian, Bidang Kesehatan, Bidang Penanggulangan Bencana, Bidang Perpajakan, Bidang Komunikasi dan Telekomunikasi, Bidang Pelatihan dan Pendidikan, Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Bidang Wawasan Kebangsaan, Bidang Kepamongprajaan, Bidang Perencanaan, Pembangunan dan Tata Ruang Serta Bidang Perekonomian Tahap I.
Referensi:
Arie Sukanti Hutagalung, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2009.
[1] Sunaryo Basuki, dalam Arie Sukanti Hutagalung,
Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2009 (hal. 29)
[2] Pasal 67 ayat (1) PMA 9/1999
[3] Pasal 67 ayat (2) PMA 9/1999
[4] Pasal 1 ayat (1) Permendagri 1/1977
[5] Pasal 3 ayat (1) Permendagri 1/1977
[6] Pasal 4 ayat (2) PMA 9/1999