Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Yayasan Bubar, Siapa yang Kelola Tanah Wakafnya?

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Yayasan Bubar, Siapa yang Kelola Tanah Wakafnya?

Yayasan Bubar, Siapa yang Kelola Tanah Wakafnya?
Ahmad Sadzali, Lc, M.H.PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
Yayasan Bubar, Siapa yang Kelola Tanah Wakafnya?

PERTANYAAN

Apa yang harus dilakukan terhadap tanah wakaf yang diberikan kepada yayasan, di mana setelah beberapa tahun diwakafkan, yayasan tersebut membubarkan diri (yayasan tidak aktif lagi)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Secara singkat, dapat dijawab bahwa tanah wakaf yang diberikan kepada Yayasan tersebut tetap berstatus sebagai wakaf, meskipun yayasan sebagai nazhir wakaf telah bubar. Adapun pengelola atas tanah wakaf tersebut akan dialihkan kepada pihak lain sebagai nazhir yang baru. Penggantian nazhir tersebut dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia. Jadi, siapa pihak lain yang berhak menggantikannya nanti?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Kekayaan Yayasan yang Bubar

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Wakaf di Indonesia

    Aturan Wakaf di Indonesia

    Sebelumnya perlu kami jelaskan mengenai implikasi dari pembubaran yayasan terhadap kekayaan yayasan, sebab yayasan sendiri merupakan badan hukum.[1]

    Dalam hal yayasan membubarkan diri sendiri, maka pembina yayasan menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan yang dimiliki oleh yayasan.[2] Kemudian menurut Pasal 68 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.
    2. Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.

    Sehingga pada dasarnya kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar. Namun jika hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum lain, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan yayasan yang bubar tersebut. [3]

    Namun demikian, terdapat perlakuan khusus bagi kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf. Tanah wakaf yang sudah diberikan kepada yayasan memang menjadi kekayaan yayasan.[4] Akan tetapi, kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf ini harus diperlakukan secara khusus sesuai dengan ketentuan hukum perwakafan.[5]

     

    Penggantian Nazhir

    Adapun yayasan yang menerima dan mengelola harta wakaf disebut dengan nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya.[6] Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengatur bahwa nazhir dapat diganti jika nazhir yang bersangkutan:

    1. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum.

    Penggantian nazhir tersebut dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia (“BWI”).[7] Oleh karena itu, bagi yayasan yang bubar dan berstatus sebagai nazhir badan hukum dapat dilakukan penggantian.

    Perlu diperhatikan, sebagaimana disarikan dari 3 Alternatif Cara Ganti Nazhir Wakaf Perseorangan ke Badan Hukum, penggantian nazhir yang merupakan kewenangan BWI yang terbagi antara BWI pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Jika harta benda wakaf berupa tanah, untuk klasifikasi luasan tanah wakaf di atas 20.000 meter2 menjadi kewenangan BWI pusat. Tapi jika luasan tanah wakafnya antara 1.000 sampai dengan 20.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI provinsi. Sedangkan jika luasan tanah wakafnya kurang dari 1.000 meter2, maka menjadi kewenangan BWI kabupaten/kota.

    Dengan demikian, terhadap tanah yang sudah diwakafkan kepada yayasan, kemudian yayasan tersebut bubar, statusnya tetap sebagai tanah wakaf. Adapun pengelolaan tanah tersebut akan digantikan oleh nazhir yang baru, yang ditunjuk oleh BWI.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan;
    2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

    [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”)

    [2] Pasal 63 UU Yayasan

    [3] Pasal 68 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

    [4] Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU Yayasan

    [5] Pasal 26 ayat (3) UU Yayasan

    [6] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”)

    [7] Pasal 45 ayat (2) UU Wakaf

    Tags

    yayasan
    pertanahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!