Saat ini saya bekerja sebagai penyiar radio. Tapi gaji yang saya terima (dihitungnya per jam siaran) dan hak-hak sebagai penyiar radio tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Saya dikontrak oleh radio selama 1 tahun, lalu diperpanjang lagi dan terus demikian dari tahun 2016 hingga sekarang. Lalu, bagaimana status hukum saya sebagai penyiar radio yang hanya bekerja menurut shift on air dan memegang program apa saja lewat kesepakatan verbal? Terima kasih dan mohon bantuannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Hal pokok yang jadi pertanyaan Anda adalah status perjanjian kerja. Sebenarnya menurut hukum, sebagai penyiar radio, hak-hak Anda juga tunduk pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Hak-hak ini salah satunya meliputi pembayaran upah yang bisa dibayarkan menurut satuan waktu dan/atau satuan hasil. Lalu, bagaimana jika perjanjian kerja Anda terus menerus diperpanjang sejak tahun 2016?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hubungan Kerja adalah hubungan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, Upah, dan perintah.
Mengacu defenisi tersebut, adanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan adanya perjanjian kerja yang juga tunduk menurut hukum perdata yang memuat kesepakatan mengenai pekerjaan, upah dan perintah.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan ketentuan huruf a dan b, perjanjian itu dapat dibatalkan.[2] Tapi jika perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d, perjanjian itu batal demi hukum.[3]
Di samping itu, hak-hak pekerja juga dimuat dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, di mana ketentuannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.[4]
Hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan melalui kebijakan pengupahan;[10]
Hak untuk mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama;[11]
Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh;[12]
Hak untuk mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan;[13]
Hak untuk memperoleh perlakuan sama dalam penerapan sistem pengupahan tanpa diskriminasi;[14] dan lain-lain.
Sehingga untuk mengetahui hak-hak pekerja, Anda dapat menilik kembali isi dari perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dikarenakan Anda tidak menerangkan hak-hak apa saja yang tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, menurut hemat kami, Anda tetap dapat meminta kepada kantor tempat Anda bekerja agar memenuhi hak-hak itu.
Sedangkan mengenai upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu secara per jam, harian, atau bulanan.[15] Sementara upah berdasarkan satuan hasil ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang disepakati, dengan hitungan upah rata-rata 12 bulan terakhir yang diterima pekerja.[16]
Patut diperhatikan, upah per jam saat ini hanya diperuntukkan bagi pekerja yang bekerja secara paruh waktu.[17]
Mengacu masa kerja Anda sejak tahun 2016, maka ketentuan pengupahan sebelumnya seharusnya tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP 78/2015”) yang kini telah dicabut oleh PP 36/2021. Namun demikian, baik dibayarkan per satuan waktu maupun satuan hasil, upah tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.[18]
Dalam kondisi ini, Anda saat ini dapat meminta kejelasan mengenai sistem pembayaran upah (satuan waktu atau satuan hasil) dan terlebih status Anda sebagai perjanjian kerja untuk waktu tertentu (“PKWT”) atau pekerja kontrak.
Adapun PKWT saat ini dapat dibuat untuk paling lama 5 tahun dan tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.[19] PKWT juga harus dibuatkan perjanjian kerja secara tertulis.[20]
PKWT juga tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap, melainkan:[21]
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
pekerjaan yang bersifat musiman;
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
pekerjaan yang sekali selesai; atau
pekerjaan yang sementara sifatnya.
Namun karena Anda sudah bekerja dari tahun 2016, maka jika dilihat berdasarkan PP 78/2015 yang masih berlaku saat itu, tidak dikenal yang namanya upah per jam, melainkan secara harian, mingguan, atau bulanan.[22]
Di sisi lain, sebelum diterbitkan UU Cipta Kerja, PKWT hanya boleh diadakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.[23]
Jadi menurut hemat kami, seharusnya jangka waktu PKWT Anda dari tahun 2016 sampai dengan 2019 sudah tidak boleh diperpanjang. Jika setelah itu masih diperpanjang, maka demi hukum status Anda seharusnya sudah menjadi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau pekerja tetap.[24] Tetapi pada praktik, perubahan tidak secara otomatis terjadi, namun harus melalui putusan pengadilan.
Mengenai kontrak kerja yang diperpanjang terus menerus sebenarnya permasalahan yang kerap terjadi dalam praktik hubungan industrial yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal perusahaan radio tempat Anda bekerja (atau penyiar radio) termasuk sebagai pekerjaan tetap, maka berdasarkan hukum tidak dapat dibuatkan PKWT. Jika terjadi penyimpangan, maka demi hukum PKWT harusnya berubah jadi PKWTT.
Selain itu, alih-alih disepakati secara verbal, seharusnya PKWT dibuatkan secara tertulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.[25]
Langkah Hukum
Atas tidak dipenuhinya upah atau tidak dipenuhinya hak Anda sebagai PKWT, Anda dapat menempuh mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan hak:[26]
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pertama-tama, Anda harus melakukan perundingan bipartit secara musyawarah dengan perusahaan.[27] Jika perundingan gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[28]
Selanjutnya dilakukan mediasi terlebih dahulu sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial, untuk menghindari penumpukan perkara perselisihan.[29] Dalam hal mediasi tidak tercapai, salah satu pihak bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[30]