Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Rumah di Atas Tanah Hibah, Masuk Harta Gono-Gini?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Rumah di Atas Tanah Hibah, Masuk Harta Gono-Gini?

Rumah di Atas Tanah Hibah, Masuk Harta Gono-Gini?
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Rumah di Atas Tanah Hibah, Masuk Harta Gono-Gini?

PERTANYAAN

Saya dan suami membangun rumah di atas tanah mertua saya. Dua tahun kemudian, mertua saya menghibahkan tanah itu ke suami saya. Sekarang kami akan bercerai. Apakah rumah tersebut termasuk harta bersama atau harta bawaan? Bisakah saya mendapatkan hak gono-gini atas rumah tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dilihat dari asal-usulnya, harta suami istri dibedakan menjadi beberapa macam di antaranya harta bawaan, harta masing-masing suami istri yang dimiliki setelah perkawinan, dan harta pencaharian.

    Dari ketiga harta di atas, manakah yang termasuk harta bersama suami istri atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini? Lalu, bagaimana status kepemilikan rumah yang dibangun di atas tanah hibah?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa Anda dan suami beragama Islam dan tidak ada perjanjian perkawinan.

    KLINIK TERKAIT

    Pembagian Harta Bersama Jika Tidak Ada Perjanjian Perkawinan

    Pembagian Harta Bersama Jika Tidak Ada Perjanjian Perkawinan

    Ragam Harta dalam Perkawinan
    Dilihat dari asal usulnya, Sayuti Thalib dalam buku Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam (hal. 83), membedakan harta suami istri ke dalam 3 golongan:

    1. Harta bawaan, yaitu harta suami istri yang telah dimiliki sebelum kawin, baik berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka sendiri-sendiri.
    2. Harta masing-masing suami istri yang dimiliki setelah perkawinan, yaitu yang diperoleh dari hibah, wasiat, atau warisan untuk masing-masing, bukan atas usaha mereka.
    3. Harta pencaharian, yakni harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka.

    Dari ketiga macam harta di atas, manakah yang termasuk harta bersama suami istri atau yang biasa disebut dengan harta gono-gini? Untuk itu, kami jelaskan satu per satu terlebih dahulu.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Syirkah dalam Hukum Islam

    Dikutip dari Kedudukan Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam, perkawinan tidak menimbulkan adanya percampuran harta antara suami istri karena harta di dalam hukum Islam bersifat individual.

    Meski demikian, Sayuti Thalib dalam bukunya menjelaskan terhadap harta suami istri tersebut dimungkinkan adanya syirkah, yaitu pencampuran harta kekayaan yang diperoleh suami dan/atau istri (hal. 84). Adapun harta yang bisa disyirkahkan yaitu:

    1. Harta bawaan;
    2. Harta atas usaha masing-masing/harta pencaharian;
    3. Harta masing-masing atas dasar pemberian wasiat, warisan, atau hibah.

    Lebih lanjut, ada beberapa cara terjadinya syirkah sebagai berikut (hal. 84 - 85):

    1. Melalui perjanjian tertulis atau diucapkan sebelum atau setelah berlangsungnya akad nikah, baik untuk harta bawaan, harta masing-masing yang diperoleh setelah kawin bukan atas usaha sendiri, atau harta pencaharian.
    2. Ditetapkan dengan undang-undang/peraturan perundang-undangan, bahwa harta yang diperoleh atas usaha salah seorang suami istri atau kedua-duanya dalam masa perkawinan adalah harta bersama atau harta syirkah.

      Secara hukum, harta bersama diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):

    Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

    Dengan demikian, pencampuran harta kekayaan suami istri (syirkah) dianggap terjadi dengan telah diaturnya ketentuan harta bersama dalam UU Perkawinan.

    Sehingga, harta atas usaha bersama atau salah seorang yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin.

     

    1. Kenyataan kehidupan suami istri yang secara diam-diam telah terjadi syirkah apabila suami istri tersebut bersatu membiayai kehidupan rumah tangga mereka, baik dengan mencari nafkah bersama atau melakukan pembagian pekerjaan dalam rumah tangga antara suami istri. Sehingga, telah terjadi syirkah abdaan di antara mereka.

    Perlu dicatat, cara ini hanya khusus bagi harta bersama atau harta yang diperoleh atas usaha selama masa perkawinan.

    Berdasarkan pemaparan di atas, harta Anda dan suami yang diperoleh atas usaha bersama atau salah seorang selama masa perkawinan menjadi harta bersama karena telah ditetapkan oleh undang-undang.

    Dalam hal ini, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan, bila bercerai, masing-masing suami istri berhak seperdua dari harta bersama.[1]

     

    Status Kepemilikan Harta Hibah Pasca Perkawinan

    Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.[2]

    Sedangkan harta bersama suami istri sebagaimana telah dipaparkan, hanya meliputi harta yang diperoleh atas usaha bersama atau salah seorang selama masa perkawinan.

    Maka hibah bukanlah harta bersama karena diperoleh bukan atas usaha, melainkan atas dasar pemberian. Hal ini dipertegas kembali dalam Pasal 87 ayat (2) KHI:

    Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.

    Menyambung pertanyaan Anda, tanah yang diberikan oleh mertua Anda kepada suami merupakan harta milik suami Anda, karena termasuk hibah atas dasar pemberian.

    Status Rumah di atas Tanah Hibah

    Dyah Devina Maya Ganindra dan Faizal Kurniawan dalam jurnal Kriteria Asas Pemisahan Horizontal Terhadap Penguasaan Tanah dan Bangunan (hal. 230) memaparkan bahwa asas kepemilikan bangunan yang dianut dalam Hukum Pertanahan Nasional yang berlaku saat ini adalah asas pemisahan horizontal, yaitu adanya pemisahan kepemilikan antara tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya.

    Kemudian dikutip dari Beberapa Pemikiran tentang Asas Pemisahan Horizontal dalam Pertanahan, konsekuensi asas tersebut yakni hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.

    Jadi kepemilikan bangunan rumah di atas tanah yang dihibahkan kemudian itu tidak dimiliki si pemilik tanah (mertua Anda).

    Di sisi lain, rumah yang dibangun oleh Anda dan suami tentu memerlukan modal besar untuk membayar jasa pembangunan, membeli material dan lain-lain.

    Artinya, pembangunan rumah ini merupakan hasil atas usaha bersama atau salah satu pihak selama masa perkawinan, maka rumah ini termasuk harta bersama.

    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, rumah tersebut merupakan harta bersama sehingga Anda juga berhak atas rumah tersebut bila terjadi perceraian.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
    2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    Referensi:

    1. Dyah Devina Maya Ganindra dan Faizal Kurniawan. Kriteria Asas Pemisahan Horizontal Terhadap Penguasaan Tanah dan Bangunan. Jurnal Yuridika, Vol. 32 No.2, Mei 2017;
    2. Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2014.

    [1] Pasal 97 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [2] Pasal 171 huruf g KHI

    Tags

    harta gono gini
    cerai

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!