KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Memaksa Orang Lain untuk Menikah

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukumnya Memaksa Orang Lain untuk Menikah

Hukumnya Memaksa Orang Lain untuk Menikah
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Memaksa Orang Lain untuk Menikah

PERTANYAAN

Kerabat-kerabat saya seringkali mengingatkan saya untuk segera menikah karena usia saya yang beberapa tahun lagi akan memasuki kepala tiga, namun kadang kala kerabat saya tersebut seringkali memaksakan argumennya ke saya, bahkan mereka sampai mencarikan calon jodoh untuk saya. Sedangkan saya sendiri sudah mantap memutuskan untuk tidak menikah karena banyaknya pertimbangan yang sudah saya pikirkan matang-matang. Berdasarkan hal tersebut bisakah saya menuntut kerabat saya tersebut? Apakah hukum memaksa nikah? Pemaksaan nikah pasal berapa? Karena lama-kelamaan saya merasa risih dengan kelakuan kerabat saya tersebut.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Secara hukum, melangsungkan perkawinan merupakan hak setiap orang dan perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri, sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan atas dasar keterpaksaan.

    Lalu apa hukum memaksa menikah? Jika perbuatan kerabat Anda telah merujuk pada pemenuhan unsur-unsur pasal pemaksaan dan ancaman kekerasan atau kekerasan digunakan dalam rangka memaksa suatu pernikahan, Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 atau Pasal 448 ayat (1) huruf a UU 1/2023.

    Ā 

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Ā 

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiranĀ  dari artikel dengan judul Hukumnya Memaksa-Maksa Orang Lain untuk Menikah yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 26 November 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Syarat Menikah Lagi Setelah Bercerai

    Syarat Menikah Lagi Setelah Bercerai

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Ā 

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā€“ mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Ā 

    Sebelumnya, perlu dipahami bahwa menikah merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 dengan bunyi sebagai berikut:

    Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

    Ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 10 UU HAM berikut ini:

    1. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.Ā 
    2. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa melangsungkan perkawinan merupakan hak setiap orang dan perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri, sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan atas dasar keterpaksaan.

    Tapi, apa hukum memaksa menikah? Hingga mengakibatkan kerabat yang bersangkutan merasa tidak nyaman? Bisakah orang tersebut dijerat hukum?

    Ā 

    Apa Hukum Memaksa Menikah?

    Mengenai pertanyaan Anda terkait apa hukum memaksa menikah atau pemaksaan nikah pasal berapa, sepanjang penelusuran kami, tidak ada ketentuan pidana yang secara tegas atau eksplisit yang dapat digunakan untuk menjerat perbuatan kerabat Anda yang mengingatkan Anda untuk segera menikah, memaksakan argumennya agar Anda segera menikah, dan mencarikan calon jodoh untuk Anda, sebagaimana yang Anda uraikan dalam pertanyaan.

    Namun demikian, terdapat satu pasal yang berpotensi menjerat pelaku dalam hal perbuatan tersebut memenuhi unsur Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 Ā atau Pasal 448 ayat (1) huruf a UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan yaitu tahun 2026[1]yang mengatur mengenai pasal pemaksaan dan pengancaman dengan bunyi berikut ini:

    Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013

    Pasal 448 ayat (1) huruf a UU 1/2023

    Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:[2]

    1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta,[3] Setiap Orang yang:

    1. Secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau

    Ā 

    Agar seseorang dapat dijerat pasal di atas, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut:

    1. Barang siapa;
    2. Secara melawan hukum;
    3. Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu;
    4. Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

    Adapun R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 238) mengatakan, yang harus dibuktikan adalah:

    1. Ada orang yang dengan melawan hak dipaksa melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu;
    2. Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.

    Definisi ā€œkekerasanā€ menurut R. Soesilo yakni menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya (hal. 98).

    Sehingga, terkait hukum pemaksaan kehendak untuk menikah dengan memenuhi unsur kekerasan atau ancaman kekerasan dalam pasal di atas, Anda dapat melaporkan perbuatan kerabat yang bersangkutan atas dugaan pelanggaran pasal tersebut di atas ke pihak kepolisian.

    Baca juga: Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya

    Namun, perlu digarisbawahi bahwa upaya pidana tersebut merupakan ultimum remedium, yang berarti upaya pidana ini hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Sehingga, jika perkara ini dapat diselesaikan melalui jalur lain, dalam hal ini melalui cara kekeluargaan, negosiasi, atau mediasi, maka hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui sebagaimana disarikan dari Arti Ultimum Remedium Sebagai Sanksi Pamungkas.

    Selain itu, sebagai informasi tambahan, perkara pidana tidak melulu berakhir di penjara. Ada mekanisme penyelesaian di luar pengadilan berdasarkan prinsip keadilan restoratif, yang mana tujuannya bukanlah untuk pembalasan atau pemberian derita kepada si pelaku, melainkan mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, sebagaimana disarikan dari Penyelesaian Perkara Pidana dengan Prinsip Keadilan Restoratif.

    Ā 

    Demikian jawaban dari kami tentang hukum pemaksaan kehendak untuk menikah, semoga bermanfaat.

    Ā 

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    5. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Ā 

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.

    Ā 

    Referensi:

    R. Soesilo.Ā Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1994.


    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (ā€œUU 1/2023ā€)

    [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    Tags

    pernikahan
    pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!