Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Adopsi Anak Hanya Berdasarkan Perjanjian Bermeterai?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bolehkah Adopsi Anak Hanya Berdasarkan Perjanjian Bermeterai?

Bolehkah Adopsi Anak Hanya Berdasarkan Perjanjian Bermeterai?
Tommi Sarwan Sinaga, S.H. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Adopsi Anak Hanya Berdasarkan Perjanjian Bermeterai?

PERTANYAAN

Saya baru melahirkan bayi laki-laki yang baru berusia 2 bulan hari ini. Tapi malam ke-2 setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya dan terpaksa membuat perjanjian di atas meterai yang menyatakan bahwa saya "memberikan anak saya kepada calon pengadopsi anak saya dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun" karena saat kandungan saya berumur 7 bulan saya diantar orang tua saya ke rumah si pengadopsi sampai saya melahirkan. Tapi saat saya di rumah mereka, saya hanya ditanggung makan, obat-obatan dan USG saja. Pada saat saya ingin mempertahankan anak saya, mereka (si pengadopsi) meminta ganti rugi sebesar Rp100 juta dan akhirnya dengan sangat terpaksa saya menyetujui untuk memberikan anak saya. Saat penyerahan itu ayah saya juga ikut bertandatangan. Sebelumnya ayah biologis dari anak saya ingin bertanggungjawab, tapi ayah saya tidak merestuinya karena sebenarnya anak saya hasil dari luar nikah. Dan sekarang si pengadopsi memblokir akses komunikasi saya dengan anak. Apakah secara hukum surat itu sah? Bagaimana cara agar bisa mengambil kembali anak saya? Apakah ayah saya akan terjerat hukum karena ikut bertandatangan? Apakah bapak biologisnya bisa juga menuntut untuk mengambil anaknya? Mohon jawabannya agar saya bisa mengambil tindakan secepatnya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pengangkatan anak (adopsi) berdasarkan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui penetapan pengadilan.

    Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Guna menjawab pertanyaan apakah surat yang Anda tandatangani sah secara hukum atau tidak, sebelumnya kami perlu jelaskan pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Dinikahkan oleh Wali Nikah yang Tidak Berhak

    Hukum Dinikahkan oleh Wali Nikah yang Tidak Berhak

     

    Sahkah Perjanjian yang Anda Buat dengan Pengadopsi?

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sedangkan syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi:

    Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:

    1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. Suatu hal tertentu (objek perjanjian);
    4. Suatu sebab yang halal.

    Menyangkut soal objek perjanjian, Pasal 1332 KUH Perdata menyebutkan:

    Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

    Masih berikatan dengan syarat sah perjanjian, Pasal 1337 KUH Perdata menegaskan:

    Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

    Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah terpenuhinya unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian, adanya kecakapan bagi subjek hukum yang membuat perjanjian, adanya objek yang diperjanjikan, serta terpenuhinya suatu sebab yang tidak bertentangan dengan hukum atau norma kesusilaan atau ketertiban umum.

    Kami berpendapat bahwa perbuatan hukum yang Anda lakukan belum memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam angka 3 dan 4 Pasal 1320 KUH Perdata karena yang menjadi pokok perjanjian bukanlah barang yang bisa diperdagangkan dan juga karena perjanjian tersebut bertentangan dengan hukum, dimana pengangkatan anak dilakukan melalui penetapan pengadilan yang akan kami jelaskan di bawah.

    Tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur angka 3 dan 4 Pasal 1320 KUH Perdata (syarat objektif) menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah (batal demi hukum). Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Selengkapnya silakan Anda simak Pembatalan Perjanjian yang Batal demi Hukum. Oleh karenanya, pihak-pihak yang menandatangani perjanjian termasuk ayah Anda, semestinya tidak dapat dituntut berdasarkan perjanjian yang tidak sah.

     

    Bagaimana Adopsi Anak yang Sah Itu?

    Adopsi atau pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Demikian yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”).

    Jika ada pihak-pihak yang menghendaki pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan, hal tersebut dilakukan melalui penetapan pengadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (2) PP 54/2007 yang berbunyi:

    Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

    Oleh karena perjanjian yang Anda buat dengan pihak lain (calon pengadopsi) tidak sah, maka penguasaan anak Anda oleh pihak lain tersebut juga menjadi tidak sah atau tanpa hak. Sehingga untuk mengambil kembali anak Anda dari orang yang menguasai tanpa hak, pertama-tama Anda dapat mengupayakan penyelesaian melalui pendekatan secara kekeluargaan agar pihak lain tersebut mengembalikan anak Anda dan apabila diperlukan Anda dapat melibatkan instansi terkait.

     

    Cara Mendapatkan Kembali Penguasaan Anak

    Namun apabila hal tersebut tidak tercapai, Anda dapat menempuh upaya hukum atas penguasaan anak Anda oleh pihak lain yang tidak berhak, berdasarkan ketentuan Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menentukan:

    Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

    Selanjutnya, berkaitan dengan pertanyaan Anda apakah ayah biologisnya bisa menuntut untuk mengambil anaknya dari pihak lain yang menguasai tanpa hak, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 menyatakan sebagai berikut:

    Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

    Mengacu pada Putusan Mahkamah Konsstitusi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa seorang ayah memiliki hubungan keperdataan dengan anaknya, sepanjang sang ayah dapat membuktikan status anak tersebut adalah anak biologisnya berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain yang membuktikannya. Dengan bukti adanya hubungan keperdataan antara anak Anda dengan ayah biologisnya, maka ayah biologis anak Anda memiliki hak menuntut penguasaan anaknya dari pihak lain yang tidak berhak (calon pengadopsi).

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012.

    Tags

    adopsi anak
    perjanjian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!