Ada seorang wartawan menulis artikel yg menyudutkan suatu instansi tanpa konfirmasi. Setelah dicek di situs dewan pers, wartawan tersebut tidak terverifikasi tapi perusahaan medianya terverifikasi di dewan pers. Tapi, bagaimana kalau perusahaan medianya tidak terverifikasi di dewan pers termasuk wartawannya? Apakah tulisannya bukan termasuk karya jurnalistik?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Benar. Dewan Pers salah satunya berfungsi melakukan pendataan terhadap perusahaan pers. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, perusahaan pers akan diberikan status tertentu, misalnya terverifikasi administrasi dan faktual, bagi perusahaan pers yang lulus tahap verifikasi administrasi dan faktual.
Selain itu, wartawan harus mengikuti uji kompetensi oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers. Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi.
Lantas bagaimana hukumnya jika wartawan yang tidak tersertifikasi menulis artikel yang dianggap menyudutkan pihak lain, kemudian diterbitkan oleh perusahaan pers?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.[1]
Sedangkan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik,[2] yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pendataan Perusahaan Pers oleh Dewan Pers
Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen, yang melaksanakan fungsi salah satunya mendata perusahaan pers.[4]
Dewan Pers melakukan pendataan perusahaan pers melalui verifikasi administrasi dan faktual, serta konten media.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, memang benar bahwa Dewan Pers melakukan pendataan terhadap perusahaan pers. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, perusahaan pers akan diberikan status berikut:
terverifikasi administrasi dan faktual, bagi perusahaan pers yang lulus tahap verifikasi administrasi dan faktual; atau
terverifikasi administrasi bagi yang lulus tahap verifikasi administrasi.
Data beserta status perusahaan pers yang telah melalui proses pendataan tersebut dapat diakses di laman Data Perusahaan Pers.
Lampiran Peraturan Dewan Pers 1/2010 (hal. 6), diterangkan bahwa untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan jurnalistik. Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi.
Dalam hal wartawan lulus uji kompetensi dengan hasil dinyatakan kompeten, maka ia berhak menerima sertifikat dan kartu kompetensi karyawan yang diberikan oleh lembaga uji kompetensi karyawan yang ditandatangani oleh ketua lembaga uji kompetensi karyawan bersama ketua Dewan Pers.
Sebagai informasi tambahan, nama beserta jenjang wartawan dapat dilihat di laman Sertifikasi Wartawan. Sedangkan nama lembaga uji kompetensi yang telah diverifikasi Dewan Pers dapat dilihat di Lembaga Uji Kompetensi.
Jika Wartawan Menulis Artikel yang Dianggap Menyudutkan Pihak Lain
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, dalam hal wartawan menulis artikel yang berisi suatu muatan yang dianggap menyudutkan suatu instansi tanpa konfirmasi, kemudian artikel tersebut dimuat oleh perusahaan pers yang menaungi wartawan yang bersangkutan, maka instansi yang bersangkutan dapat menyampaikan hak jawab dan/atau koreksi, dan pers wajib melayaninya.[5] Yang dimaksud dengan hak jawab dan koreksi yaitu:
Hak Jawab ialah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.[6]
Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.[7]
Jika pers tidak menanggapi, maka yang bersangkutan dapat mengadukan atau menyampaikan keberatan atas hal-hal yang terkait dengan karya dan/atau kegiatan jurnalistik, dalam hal ini yaitu isi artikel sebagaimana Anda maksud, kepada Dewan Pers.[8] Dalam hal yang diadukan berupa karya jurnalistik, maka pihak yang menjadi teradu adalah penanggungjawab media.[9]
Adapun karya jurnalistik di sini berarti hasil kegiatan jurnalistik yang berupa tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik dengan menggunakan sarana yang tersedia.[10]
Sedangkan jika terkait kegiatan jurnalistik, yang teradu adalah wartawan beserta penanggung jawab media yang bersangkutan.[11]
Selain itu, Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 UU Pers mengatur bahwa perusahaan pers yang tidak menjalankan kewajibannya melayani hak jawab dapat dijerat sanksi pidana denda maksimal Rp500 juta.
PIHAK KEDUA, apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa, termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke PIHAK KESATU maupun proses perdata.
Kemudian, dalam hal Polri menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers, maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan Dewan Pers untuk menyimpulkan perbuatan tersebut adalah tindak pidana atau pelanggaran kode etik jurnalistik.[12]
Jika dari hasil koordinasi didapatkan bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, maka Dewan Pers menyerahkan kepada Polri untuk ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[13]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, upaya hukum pertama yang harus dilakukan instansi tersebut adalah mengadukan perbuatan tersebut ke Dewan Pers, untuk kemudian diselesaikan secara bertahap dan berjenjang mulai dari hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke pihak kepolisian maupun proses perdata.
Jika Perusahaan Pers Belum Terverifikasi atau Wartawan Belum Tersertifikasi
Lalu, bagaimana jika ternyata perusahaan pers tersebut belum terverifikasi oleh Dewan Pers dan/atau wartawan yang bekerja di perusahaan tersebut belum tersertifikasi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dilihat terlebih dahulu alasan mengapa perusahaan pers tersebut belum terverifikasi. Sebab, bisa jadi perusahaan tersebut telah mengajukan verifikasi ke Dewan Pers namun masih dalam proses verifikasi, sehingga status verifikasinya belum terbit.
Adapun dalam hal wartawan belum tersertifikasi (belum mengikuti uji kompetensi), sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, secara hukum wartawan tersebut dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi.
Terkait karya jurnalistik yang Anda tanyakan, menurut hemat kami, suatu tulisan disebut sebagai karya jurnalistik jika dihasilkan dari kegiatan jurnalistik, yang meliputi hal-hal sebagaimana diterangkan di atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Pers dan Pasal 1 angka 5 Peraturan Dewan Pers 3/2017.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.