Talk!hukumonline - Discussion

Pra–Notifikasi Merger & Akuisisi: Kewajiban atau Kebolehan?

Mengetahui apakah pranotifikasi merupakan kewajiban atau kebolehan bagi pelaku usaha dan bagaimana daya ikat Peraturan Komisi merger dan akuisisi ini kepada pelaku usaha

Project

Bacaan 2 Menit

Para narasumber dan moderator. Foto:Project.

 

Setelah disusun bertahun-tahun, akhirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerbitkan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (Perkom Merger dan Akuisisi) pada 13 Mei 2009 lalu.

 

Merger dan akuisisi merupakan suatu aksi korporasi yang menggabungkan dua perusahaan atau lebih sehingga ada potensi untuk meningkatkan konsentrasi pasar dan perubahan pengendali perusahaan yang semakin terkonsentrasi. Dalam dunia usaha, merger dan akuisisi adalah hal biasa. Biasanya, merger dan akuisisi dilakukan lantaran ada resesi, depresi atau krisis untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Dalam keadaan normal, merger dan akuisisi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

 

Aktivitas merger dan akusisi yang sarat dengan strategi bisnis, secara tidak langsung membawa pengaruh pada kondisi perekonomian negara. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian terhadap aktivitas merger dan akuisisi yang berpotensi menimbulkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.  Alasan inilah yang ditekankan KPPU. Lembaga anti monopoli ini melihat, kegiatan merger dan akuisisi bisa menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Misalnya, apabila merger dan akuisisi itu mengakibatkan penguasaan pasar lebih dari 50 persen, maka potensi persaingan tidak sehat bukannya tidak mungkin akan terjadi.  

 

Secara umum ada dua hal yang diatur dalam Perkom merger dan akuisisi, yakni pranotifikasi sebelum melakukan akuisisi dan merger, dan penilaian (preview) terhadap ada atau tidaknya pelanggaran dari suatu akuisisi dan merger.

 

Pranotifikasi adalah pemberitahuan yang bersifat sukarela oleh pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham untuk mendapatkan pendapat Komisi mengenai dampak yang ditimbulkan dari rencana penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan.

 

Ketentuan tersebut mempertegas bahwa pranotifikasi bukan merupakan kewajiban bagi pelaku usaha. Hal tersebut diperkuat dengan tidak diketemukannya aturan sanksi apabila pelaku usaha tidak melakukan pranotifikasi.

 

Namun pada kenyataannya, Perkom ini secara tidak langsung bisa menjadi kewajiban para pelaku usaha. KPPU akan memeriksa badan usaha yang tidak melakukan pranotifikasi. Apabila terjadi pelanggaran, KPPU dapat melakukan penindakan bagi pelaku usaha yang merger dan akuisisinya menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat. Instrumen pasal yang bisa dikenakan antara lain Pasal 17,19 dan 25 UU No.  5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.  Intinya, KPPU meminta agar pelaku usaha patuh terhadap Perkom ini. Toh, pelaku usaha juga tidak perlu khawatir, apabila merger dan akusisi yang dilakukan memang  bukan untuk menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

 

Lantas timbul pertanyaan. Sebenarnya pranotifikasi merupakan kewajiban atau kebolehan bagi pelaku usaha? Dan bagaimana daya ikat Perkom merger dan akuisisi ini kepada pelaku usaha? Pertanyaan inilah yang masih diperdebatkan hingga sekarang. Yang jelas, Pasal 7 (1) Perkom 1/2009 menegaskan, hasil penilaian pranotifikasi adalah pendapat Komisi yang bersifat mengikat Komisi dan tidak mengikat kepada pelaku usaha yang melakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan.

 

Terlepas dari itu, dalam Perkom tidak semuanya badan usaha wajib melaporkan rencana merger dan akuisisinya. Dalam pranotifikasi disebutkan kategori perusahaan yang wajib lapor. Salah satunya mengenai batas minimal (threshold) nilai aset dan laba badan usaha yang ingin merger dan akuisisi.

 

Untuk merger, badan usaha wajib lapor jika gabungan nilai aset non bank di atas Rp 2,5 triliun, sedangkan bank dan lembaga keuangan di atas Rp 10 triliun. Sementara untuk gabungan nilai omzet non bank di atas Rp 5 triliun, dan bank serta lembaga keuangan di atas Rp 15 trilun. Merger juga wajib dilaporkan jika gabungan pangsa pasarnya lebih dari 50 persen. Sedangkan untuk akuisisi, badan usaha yang wajib lapor jika akuisisi sahamnya di atas 25 persen (voting shares) atau di bawah 25 persen dengan kendali faktual.

 

Setelah pranotifikasi, KPPU akan mengeluarkan surat keputusan. Isinya bisa berupa objection letter (keberatan terhadap rencana merger dan akusisi), conditional no objection letter (tidak keberatan dengan syarat-syarat) dan no objection letter (tidak keberatan).  Keputusan tersebut merupakan hasil penilaian rapat komisioner.

 

Sehubungan dengan hal tersebut, maka www.hukumonline.com bermaksud mengadakan Talk!hukumonline yang mengangkat tema Pra–Notifikasi Merger & Akuisisi: Kewajiban atau Kebolehan? pada 16Juni 2009 yang lalu, bertempat di Menara Karya-Marquee Offices, dengan dihadiri oleh narasumber – narasumber sebagai berikut:

 

  1. Prof. DR. Felix O. Soebagjo, SH., LLM.
  2. Farid Nasution [Kepala Sub Direktorat Merger dan Akuisisi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)]

 

Moderator : Ibrahim Assegaf

 

 

Notulensi diskusi ini tersedia gratis bagi para pelanggan hukumonline.com.* Silahkan hubungi kami via email talks(at)hukumonline(dot)com.

 

 

*syarat ketentuan berlaku