Seminar Hukumonline 2010

Undang-Undang Minerba: Nasionalisasi atau Privatisasi?

Salah satu isu sentral dalam UU Minerba adalah peralihan rezim kontrak menjadi rezim izin

Project

Bacaan 2 Menit

Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM. Foto: Sam.

 

Hasil survei tahunan PricewaterhouseCoopers (PwC) yang dirilis akhir Februari 2008 lalu, menyoroti sedikitnya ada lima persoalan utama yang hingga kini masih membelit dan memperburuk citra sektor pertambangan Indonesia. Kelima permasalahan utama itu adalah 1) konflik antara peraturan pertambangan dan peraturan kehutanan, 2) tumpang tindih dan kontradiksi antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, 3) permasalahan pajak, 4) keterlambatan dalam penyelesaian undang-undang pertambangan yang baru, dan 5) ketidakadilan dalam divestasi kepemilikan tambang asing serta penutupan tambang. (Republika, 31 Juli 2008).

 

Berbagai permasalahan di atas kurang lebih dapat menggambarkan betapa strategis dan vitalnya peran undang-undang pertambangan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah tidak sesuai perkembangan nasional dan internasional. Oleh karena itu, dapat dipahami jika pro dan kontra terus membayang-bayangi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) sejak awal pembahasannya kurang lebih tiga tahun silam (4 Juli 2005) hingga akhirnya disahkan oleh DPR dan pemerintah baru-baru ini (16 Desember 2008).

 

Banyak pihak yang menaruh ekspekstasi besar terhadap pengaturan di dalam UU Minerba. Kalangan investor, misalnya, berharap UU Minerba dapat lebih membawa kepastian hukum dalam hal perizinan, pembebasan tanah dan keamanan, serta koordinasi yang lebih baik antara berbagai lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pergantian rezim dari kontrak karya ke izin yang merupakan salah satu isu sentral dalam UU Minerba. Selain itu, kewajiban pembangunan smelter juga dipandang dapat membebani pelaku usaha pertambangan skala kecil, serta ketentuan mengenai evaluasi dan pengurangan luas lahan pertambangan tidak terlalu menggembirakan investor.

 

Lebih lanjut, aturan peralihan yang terdapat dalam pasal 169 UU Minerba sangat membingungkan. Dalam Pasal 169 huruf a disebutkan bahwa kontrak karya (“KK”) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (“PKP2B”) yang telah ada sebelum berlakunya UU Minerba, tetap diberlakukan sampai jangka waktu berkahirnya kontrak/perjanjian. Sedangkan dalam huruf b, disebutkan bahwa KK dan PKP2B selambat – lambatnya 1  (satu) tahun harus disesuaikan. Di satu sisi aturan ini dapat dipandang mengakui dan menghormati jangka waktu kontrak perjanjian. Tapi, di sisi lain, aturan ini memaksa para pihak untuk mengubah substansi kontrak. Untuk itu, akan ada negosiasi kontrak antara pemerintah dengan pengusaha tambang. Padahal, negosiasi kontrak tidaklah mudah. Timbul pertanyaan, bagaimana jika pengusaha pertambangan tidak mau menyesuaikan kontraknya?

 

Dari uraian di atas, tergambar jelas bahwa UU Minerba masih mengandung sejumlah persoalan. Namun, di sisi lain, kita berharap UU Minerba juga dapat menjadi solusi yang ampuh untuk menjawab segala persoalan tersebut. Perumusan yang cermat oleh DPR serta pengawasan yang ketat dari publik, tentunya menjadi persyarat utama untuk menciptakan UU Minerba yang ideal. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka www.hukumonline.com telah mengadakan Seminar Hukumonline 2009 “Undang-Undang Minerba: Nasionalisasi atau Privatisasi?” yang telah diselenggarakan pada 21 Januari 2009 bertempat di Hotel Nikko – Jakarta, dengan dihadiri oleh:

 

Pembukaan:

Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro MSc., MA., Ph.D. (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral)

 

Narasumber:

  • Dr. A. Sonny Keraf (Wakil Ketua Komisi VII DPR RI)
  • Ir. Priyo Pribadi Soemarno (Indonesian Mining Association)
  • Dr. Ryad Chairil, M.Sc., M.Eng. (Ahli & Pengamat Pertambangan)
  • Dr. Ir. Bambang Setiawan, MSc. (Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi)
  • Prof. Hikmahanto Juwana S.H. LL.M., Ph.D. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia)
  • Widyawan, S.H. (Partner, Widyawan & Partners)

 

Moderator:

  • Arief T. Surowidjojo (Partner, Lubis Ganie Surowidjojo)
  • Ahmad Fikri Assegaf (Partner, Assegaf Hamzah & Partners)

 

Notulensi Seminar ini telah tersaji dalam bentuk buku. Dapatkan segera bukunya dengan menghubungi (021) 8370 1827 up. Nunu.