Bicara Kode Etik Advokat di Penutupan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9
Terbaru

Bicara Kode Etik Advokat di Penutupan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9

Hanya ada satu kode etik advokat, yakni Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

“Pasal ini sangat penting karena dalam penelusuran saya ketika menjatuhkan putusan yang paling berat kepada seseorang, advokat sering kali mengambil ini sebagai patokannya. Satria jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran,” jelas Harlen.

Hukumonline.com

Kelas terakhir PKPA online periode Agustus 2021 yang digelar Hukumonline bekerja sama dengan DPN PERADI dan FH Universitas Yarsi.

Advokat dapat menolak memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan/bantuan hukum dengan pertimbangan tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya. Namun advokat tidak dapat menolak menangani perkara dengan alasan perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya. Dan tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan.

“Tidak boleh membedakan agama, dalam menangani perkara tidak penah kita mengatakan suku dari mana, keturunan dari mana dan jenis kelamin, juga mengenai aliran yang mereka ambil. Ini bukan alasan advokat untuk menolak perkara. Advokat boleh menolak perkara jika menyangkut hati nurani,” tegas Harlen.

Kemudian dalam menjalankan profesinya advokat harus bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak asasi masnusia dalam Negara Hukum Indonesia. Wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat. Wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.

Dalam KEAI, advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat; senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Dan dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak, tetapi wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.

Dan hal terpenting, bila advokat diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara tidak dibenarkan untuk berpraktik sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

“Anda (advokat) tidak boleh rangkap jabatan, dan tidak boleh aktif lagi sebagai advokat jika menjabat sebagai pejabat negara,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait