Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) mengatur sejumlah perjanjian yang dilarang. Untuk mengetahui sebuah perjanjian antara pelaku usaha mengandung unsur-unsur yang dilarang menurut prinsip anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha. Salah satunya adalah pendekatan rule of reason.
Andi Fahmi Lubis, dkk dalam Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, (2017:66) menjelaskan bahwa pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan usaha.
Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic sebagaimana dikutip Andi Fahmi Lubis menyatakan bahwa rule of reason merupakan standar yang membolehkan pengadilan untuk menilai ketidakjelasan atau tingkatan-tingkatan dari pengaruh persaingan.
Dalam menerapkan suatu standard of reason untuk menilai suatu kesepakatan terlarang yang dinyatakan sebagai hambatan dalam perdagangan, dapat dikaji antara lain melalui tujuan dari kesepakatan tersebut, karakter (misalnya kekuatan) dari para pihak, dan akibat penting yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.