Implikasi Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Pemerintahan DKI Jakarta
Kolom

Implikasi Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Pemerintahan DKI Jakarta

Jika pemindahan IKN direalisasikan, terdapat tiga pilihan implikasi terhadap pemerintahan Jakarta.

Bacaan 2 Menit
Wicipto Setiadi. Foto: Istimewa
Wicipto Setiadi. Foto: Istimewa

Sebelum bernama Jakarta, kota ini telah mengalami banyak penggantian nama. Nama pertama kali yang dimiliki Jakarta adalah Sunda Kelapa. Kemudian, pada tanggal 22 Juni 1527 diubah namanya menjadi Jayakarta oleh Pangeran Fatahillah dan tanggal inilah kemudian diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Pada tanggal 4 Maret 1621 Gubernur Jenderal Coen mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia setelah sebelumnya mencetuskan ide dengan nama Nieuwe Hollandia. Kekuasaan Kolonial Belanda berakhir di Indonesia pada tahun 1942 ketika pihak Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Jepang.

Penjajahan di Indonesia terus berlanjut dengan datangnya pemerintahan Jepang dan berkuasan tahun 1942-1945. Nama Batavia yang merupakan pemberian Belanda pun mengalami pergantian menjadi Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah kemerdekaan Indonesia. Sejak itulah Jakarta menjadi Ibu Kota Negara (IKN) dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan hingga saat ini.

Dengan demikian, penetapan Jakarta sebagai IKN pada waktu itu didasarkan pada kebiasaan dan praktik pemerintahan de facto sepanjang sejarah. Secara de jure baru sejak 1961 Jakarta ditetapkan sebagai IKN berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1961 jo. UU PNPS No. 2 Tahun 1961.  Setelah itu, Jakarta ditetapkan kembali sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) dengan UU No. 11 Tahun 1990, UU No. 34 Tahun 1999, dan terakhir UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI. 

Setelah kurang lebih 492 tahun, Jakarta mengalami perkembangan yang begitu pesat di segala bidang. Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2007, Provinsi DKI Jakarta dalam kedudukannya sebagai Ibu Kota NKRI dan sekaligus berfungsi sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi selalu berhadapan dengan berbagai permasalahan, di antaranya urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Permasalahan tersebut muncul karena Jakarta tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tetapi juga sekaligus menjadi pusat semua aktivitas, antara lain pusat perdagangan, pusat jasa keuangan, pusat jasa perusahaan, pusat jasa pendidikan, dan apabila dilihat dari konteks Wilayah Metropolotan Jakarta (Jabodetabek) menjadi pusat industri olahan.

Posisi Jakarta sebagai pusat segalanya menjadi daya tarik yang begitu besar bagi masyarakat seluruh Indonesia. Kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, pendidikan dan berbagai fasilitas lengkap lainnya menjadi magnet yang kuat bagi masyarakat luar Jakarta untuk datang ke Jakarta. Akibatnya, jumlah penduduk di Wilayah Metropolitan Jakarta (Jabodetabek) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik disebabkan karena pertumbuhan alami maupun faktor migrasi. Survei penduduk antar sensus (SUPAS) memproyeksikan jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2020 bertambah 72 ribu orang menjadi 10,57 juta orang. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappenas menyebutkan jumlah ini naik 0,7% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 10.504.100 jiwa.

Pada tanggal 16 Agustus 2019, Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraannya di hadapan Sidang MPR menyampaikan rencana untuk memindahkan IKN dan kemudian disusul dengan Pengumuman Pemindahan IKN ke wilayah Kalimantan Timur oleh Presiden pada tanggal 26 Agustus 2019. Pemindahan itu didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Bappenas, yang menyimpulkan bahwa performa Provinsi DKI Jakarta sebagai IKN sudah tidak lagi mampu mengemban peran sebagai IKN secara optimal dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun, serta ketidakmerataan persebaran pertumbuhan ekonomi di luar DKI Jakarta dan Pulau Jawa dengan wilayah lain di NKRI.

Setelah Presiden Jokowi menyampaikan rencana pemindahan IKN ke Kalimantan Timur, implikasi apa yang dihadapi oleh Jakarta. Sambil menunggu realisasi pemindahan IKN maka perlu dilakukan persiapan yang matang dan komprehensif. Tulisan ini mencoba mengulas secara sederhana (belum mendalam) pilihan-pilihan apa yang kemungkinan bisa menjadi jalan keluar apabila pemindahan IKN ke wilayah Kalimantan Timur direalisasikan. Kondisi pandemi Covid-19 saat ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap realisasi pemindahan IKN ini. Tetapi karena pemindahan IKN ini menjadi salah satu program Presiden Jokowi, maka sebaiknya pemindahan IKN direalisasikan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Apabila ganti Presiden pemindahan IKN ini belum direalisasikan, belum tentu pengganti Jokowi akan melanjutkannya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait