KY Tegaskan Kewenangan Rekrutmen Hakim Agung Mandat Konstitusi
Terbaru

KY Tegaskan Kewenangan Rekrutmen Hakim Agung Mandat Konstitusi

Pandangan Otto terkait usulan menghapus wewenang KY dalam rekrutmen hakim agung dinilai tidak tepat.

Oleh:
CR-28
Bacaan 3 Menit
Suasana seleksi wawancara terbuka calon hakim agung di Komisi Yudisial. Foto: RES
Suasana seleksi wawancara terbuka calon hakim agung di Komisi Yudisial. Foto: RES

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Prof Otto Hasibuan dalam Konferensi Pers: Catatan Hukum Awal Tahun Peradi, Jumat (7/1/2022) lalu, mengkritisi pembangunan bidang hukum di Pemerintahan Jokowi yang dinilai belum mendapat perhatian memadai. Salah satu yang juga dikritisi Otto Hasibuan mengenai kewenangan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) terkait kualitas putusan hakim.  

DPN Peradi mensinyalir terjadi kelesuan para hakim, khususnya di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang terjadi demotivasi. "Motivasi hakim (agung, red) itu menjadi luntur karena adanya sistem rekrutmen hakim yang selama ini dipegang oleh Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mengapa? Hakim tidak lagi tergerak membuat putusan yang baik karena membuat putusan yang baik pun tidak berarti dia akan mendapat jenjang karir yang lebih bagus."

Untuk itu, Peradi mengusulkan wewenang yang dimiliki KY untuk rekrutmen hakim agung diambil (dihapus, red) dan tidak diberikan lagi kepada KY. Agar KY dapat fokus mengawasi para hakim agung dan hakim di bawahnya. Nantinya, kewenangan rekrutmen sepenuhnya dikembalikan kepada MA agar mutu hakim agung kembali lebih baik, sehingga bisa menghasilkan putusan yang berkualitas.  

Atas pernyataan itu, KY menegaskan kewenangan KY dalam mengusulkan pengangkatan hakim agung merupakan mandat Konstitusi, Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi, “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.

“Bila patokannya teks dan semangat Konstitusi, maka pendapat yang menyatakan sebaiknya “kewenangan ini dikembalikan kepada Mahkamah Agung” menjadi keliru. Begitu juga dari sisi sejarah, terutama sejak reformasi, MA tidak pernah memiliki kewenangan dalam pengangkatan hakim agung, jadi pendapat tersebut menjadi sangat tidak tepat,” ujar Juru Bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting dalam keterangan resminya, Senin (17/1/2022). (Baca Juga: Catatan Hukum DPN Peradi untuk Pemerintahan Jokowi)

Dia menjelaskan pada perkembangannya, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya juga telah memperkuat dasar konstitusionalitas kewenangan KY perihal pengusulan pengangkatan calon hakim ad hoc di MA melalui Putusan MK No.92/PUU-XVIII/2020 terkait uji materi Pasal 13 huruf a UU Nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Yudisial (UU KY). Kewenangan rekrutmen hakim ad hocdi MA pun menjadi kewenangan KY yang konstitusional termasuk rekrutmen hakim agung.

“Dalam Putusan MK No.92/PUU-XVIII/2020 yang dibacakan pada Rabu (24/11/2021) lalu, Majelis Hakim MK menilai kewenangan KY atas rekrutmen hakim ad hoc pada MA adalah konstitusional dan dapat dibenarkan sesuai dengan UUD Tahun 1945,” ujar Miko.

Tags:

Berita Terkait