Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada Rabu (13/1), telah menjalani vaksinasi Corona Virus Disease (Covid-19) perdana. Hal ini menandai dimulainya program vaksinasi massal Covid-19 di Indonesia. Disiarkan secara langsung melalui platform online, vaksinasi Presiden Jokowi dilakukan oleh salah satu Dokter Kepresidenan dengan menggunakan jenis vaksin buatan perusahaan asal China, Sinovac. Dalam kesempatan yang sama, Presiden berpesan mengenai pentingnya pelaksanaan vaksinasi sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19 di Tanah Air. Selanjutnya vaksinasi akan dilaksanakan secara bertahap di Provinsi, Kabupaten, dan Kota, seluruh Indonesia.
Sebagaimana pesan presiden mengenai pentingnya pelaksanaan vaksinasi untuk memutus rantai penularan Covid-19, pada dasarnya terdapat beberapa tujuan vaksinasi yang kerap disosialiasikan oleh pemerintah bersama tenaga kesahatan. Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk menekan angka penderita dan menurunkan risiko kematian akibat Covid-19. Selain itu upaya vaksinasi pula ditujukan agar menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi, Iris Rengganis, kekebalan kelompok bisa tercapai apabila sebagian besar orang dari kelompok tersebut telah memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi. Kekebalan kelompok sendiri dapat diwujudkan secara natural maupun secara buatan yakni dengan mekanisme vaksinasi.
Tujuan lain dari pelaksanaan vaksinasi adalah menjaga produktivitas dan meminimalkan dampak ekonomi serta melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh. Namun, di tengah upaya pemerintah melaksanakan program vaksinasi Covid-19, terdapat sejumlah pertanyaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat terkait vaksin. Seperti yang disampaikan sejumlah dokter dalam salah satu diskusi daring yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Indonesia (PP IDI) beberapa waktu lalu.
Hardianto, salah seorang dokter dari Tanjung Pinang bertanya mengenai apakah vaksinasi merupakan kewajiban bagi warga negara? Jika kewajiban, apakah tidak bertentangan dengan hak asasi manusia? mengingat pasal 5 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur hak setiap orang untuk secara mandiri menentukan pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk dirinya? Adakah sanksi yang bisa diterima jika seseorang menolak vaksin?