Pemerintah Diminta Batalkan Permendag Pengaturan Impor Minol
Utama

Pemerintah Diminta Batalkan Permendag Pengaturan Impor Minol

Karena menaikkan impor MMEA dari batas maksimal 1.000 ml menjadi 2.250 ml. Permendag ini dinilai merugikan moralitas anak bangsa dan pendapatan negara.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kasus peredaran miras atau minol. Foto: RES
Ilustrasi kasus peredaran miras atau minol. Foto: RES

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Namun aturan tersebut dianggap menaikkan impor minuman dari batas minuman yang mengandung kadar etil alkohol (MMEA). Bagi sebagian kalangan, aturan tersebut merugikan moralitas anak bangsa dan pendapatan negara.

“Mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan semacam itu? Aturan tersebut berpotensi besar merugikan moralitas anak bangsa dan pendapatan negara,” ujar anggota Komisi VI Amin AK melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (8/11/2021).

Dia meminta Permendag 20/2021 semestinya dibatalkan karena Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi dipandang melonggarkan aturan minuman alkohol (minol) impor. Peraturan tersebut mengubah Permendag Nomor 20 Tahun 2014 terkait impor MMEA dari batas maksimal 1.000 ml menjadi 2.250 ml. Beleid yang diteken Muhammad Luthfi pada 1 April 2021 lalu itu dinilai diperuntukan bagi wisatawan asing, namun berlaku umum.

“Ini bentuk lemahnya pengawasan pemerintah yang potensial minuman yang mengandung etil alkohol beredar secara ilegal di masyarakat umum,” kata dia. (Baca Juga: Melihat Akar Persoalan Legalisasi Peredaran Miras)

Amin merujuk sejumlah hasil penelitian yang dilakukan beberapa perguruan tinggi. Misalnya, hasil penelitian Universitas Tanjungpura Pontianak menyebutkan, peredaran minuman beralkohol ilegal marak terjadi Kota Pontianak di warung-warung pinggir jalan, di hotel-hotel. Kemudian tempat hiburan malam dan gudang para pedagang minuman beralkohol yang tidak berizin.

Begitupula dengan hasil riset Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo yang menyebut tidak berjalan efektifnya pengawasan dan pengendalian peredaran Minol di Kota Gorontalo. Kajian yang sama juga dilakukan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) terkait pengawasan peredaran Minol di Kota Kudus, Jawa Tengah.

Dia menilai hasil kajian di dua kota tersebut menunjukkan kebiasaan mengkonsumsi Minol berdampak negatif dalam konteks sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan masyarakat. Menurutnya, kajian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga mengungkapkan, mengkonsumsi minol berdampak buruk bagi kesehatan hati, otak, jantung, dan bisa memicu kerusakan organ tubuh lainnya.

Tags:

Berita Terkait