Perdagangan Hasil Pelanggaran Merek Berujung Pidana

Perdagangan Hasil Pelanggaran Merek Berujung Pidana

Tindak pidana yang disebutkan pada Pasal 100 dan 102 UU Merek dan Indikasi Geografis hanya bisa ditindak jika terdapat aduan dari pihak yang dirugikan karena merupakan delik aduan.
Perdagangan Hasil Pelanggaran Merek Berujung Pidana

Perkembangan perekonomian dunia yang berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak di sektor ekonomi. Ruang gerak ini secara khusus terkait konteks transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor.

Namun pada kenyataannya, tidak jarang dalam proses perdagangan banyak produk-produk tiruan atau imitasi (KW) atau hasil dari pelanggaran merek diperjualbelikan yang dapat merugikan dari pemilik merek itu sendiri. Lalu, bagaimana sebenarnya pengaturan hukum pelanggaran merek? Dan, apakah pedagang yang menjual hasil pelanggaran merek dapat dipidana dan pernah diputus dalam putusan pengadilan?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diuraikan terlebih dahulu definisi dari merek. Pasal 1 angka 1 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan, “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2(dua) dimensi dan/atau 3(tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”.

Selanjutnya definisi tentang merek terkenal dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b UU Merek dan Indikasi Geografis sebagai, “Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek dimaksud di beberapa negara.Jika hal tersebut belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan”.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional