PP JPH Belum Terbit, Pelaksanaan Sertifikasi Produk Halal Butuh Perpres
Utama

PP JPH Belum Terbit, Pelaksanaan Sertifikasi Produk Halal Butuh Perpres

Pelaksanaan sertifikasi produk halal oleh BPJPH tidak akan efektif jika infrastruktur belum dibangun dengan baik.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Nah bagaimana mungkin auditor halal ada kalau tidak pernah disertifikasi oleh MUI, padahal BPJPH dibentuk 12 Oktober 2017 lalu dan itu sudah setahun lebih. Sampai hari ini belum ada satupun auditor halal yang disertifikasi, akibatnya belum pernah ada juga LPH,” jelasnya.

 

(Baca Juga: Dua Regulasi Ini Jadi Perhatian Pengusaha di 2019)

 

Akibat belum adanya kerjasama antar kedua belah pihak ini, maka MUI juga belum bisa menerbitkan fatwa produk halal. Hal-hal semacam ini membuktikan bahwa BPJPH belum siap mengemban amanah UU JPH karena infrastruktur sertifikasi halal, seperti  auditor halal, tarif, sistem (online), dan infrastruktur di daerah belum dibangun, sesuai amanat UU JPH. Jika BPJPH tetap diberikan amanat sesuai UU dengan situasi seperti saat ini, maka pelaksanaanya tidak akan efektif.

 

Sebagai jalan keluar, IHW memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres). Perpres dimaksudkan memberikan kewenangan kepada MUI untuk menerbitkan sertifikasi halal dan menjalankan kewenangan BPJPH untuk sementara, sesuai dengan Pasal 59 dan 60 UU JPH.

 

Di samping itu, pentingnya penerbitan Perpres adalah untuk mengatur mengenai tarif sertifikasi produk halal. Dalam hal ini, Ikhsan berpendapat bahwa biaya tidak dapat sepenuhnya dibebankan kepada pengusaha. Pemerintah harus memberikan subsidi terutama bagi pelaku usaha kecil.

 

“Perpes diterbitkan agar memberi kewenagan kepada LPPOM MUI, sampai dengan BPJPH siap beroperasi. Jangan sampai lembaga belum siap tapi dipaksakan. Kalau tidak ada Perpres, tidak mungkin dilaksanakan karena itu berbiaya. Tidak mungkin biaya sertifikasi halal dibebankan kepada pengusaha, pemerintah wajib subsidi bagi pelaku usaha yang tidak mampu. Berarti negara mengeluarkan anggaran, nah dengan ada Perpres bisa diatur anggaran, kalau tidak ada anggaran enggak mungkin, disana benang merahnya,” terangnya.

 

Pasal 14:

(1) Auditor Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c diangkat dan diberhentikan oleh LPH.

(2) Pengangkatan Auditor Halal oleh LPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. warga negara Indonesia;

b. beragama Islam;

c. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi;

d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam;

e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan

f. memperoleh sertifikat dari MUI.

 

Pasal 59:

Sebelum BPJPH dibentuk, pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikat Halal yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

 

Pasal 60:

MUI tetap menjalankan tugasnya di bidang Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH dibentuk.

 

Pasal 65:

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

 

Sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Prof. Ir. Sukoso, MSc, Ph.D menyatakan bahwa proses sertifikasi halal saat ini masih dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait