Dokter, Sebuah Profesi yang Unik
Kolom

Dokter, Sebuah Profesi yang Unik

Profesi dokter harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman maupun kondisi sosiologis masyarakat Indonesia dan kondisi geografis wilayah Indonesia yang beraneka ragam.

Bacaan 8 Menit

Pasal 10 (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis, menyatakan bahwa, informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: untuk kepentingan kesehatan pasien; memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Wajib simpan rahasia kedokteran serta berbagai pengecualiannya merupakan ciri khas dari profesi dokter. Hal ini semakin mempertegas bahwa dokter adalah merupakan profesi yang unik.

Konflik Kewajiban Hukum dalam Profesi Dokter

Pada saat melaksanakan praktik kedokteran, dokter seringkali menghadapi situasi konflik yang merupakan benturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum. Misalnya, seorang dokter menerima panggilan emergency (kewajiban hukum berdasarkan Pasal 531 dan Pasal 304 KUHP serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017) dan di saat bersamaan dokter juga harus menghadiri persidangan (kewajiban hukum berdasarkan Pasal 224 KUHP).

Dalam kondisi menghadapi dua kewajiban hukum yang saling berbenturan, maka dokter diperkenankan untuk memilih salah satu dari kewajiban hukum yang harus dilaksanakan. Tentunya, pilihan tersebut adalah berdasarkan pertimbangan yang proporsional berdasarkan Aegroti Salus Lex Suprema.

Kondisi ini juga sering terjadi ketika dokter sedang menangani pasien di Unit Gawat Darurat dengan keterbatasan alat medis, sedangkan jumlah pasien yang seharusnya mengakses peralatan medis tersebut melebihi ketersediaan peralatan medis yang ada. Dalam kondisi ini, dokter harus melakukan tindakan medis secara proporsional dan mengutamakan skala prioritas.

Hal ini menjadi berbeda apabila dokter dihadapkan dalam situasi konflik antara kewajiban hukum dengan kepentingan hukum. Dalam kondisi seperti ini, tentunya dokter harus memprioritaskan kewajiban hukum. Misalnya, seorang dokter yang seharusnya melakukan visit kepada pasien rawat inap dan di waktu bersamaan menerima panggilan emergency, maka dokter harus mengutamakan panggilan emergency.

Sebagai suatu profesi yang unik, tentunya profesi dokter harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman maupun kondisi sosiologis masyarakat Indonesia dan kondisi geografis wilayah Indonesia yang beraneka ragam. Untuk meminimalisir sengketa medis, solusi yang pertama dapat ditempuh adalah dengan melakukan rekonstruksi pola hubungan antara pasien dan dokter dengan jalan mewujudkan dokter yang profesional dan pasien yang cerdas.

Solusi berikutnya adalah melakukan harmonisasi berbagai peraturan yang ada dan penataan lembaga yang terkait dengan profesi dokter, misalnya adalah dengan mewujudkan Peradilan Profesi Dokter. Sungguh, profesi yang satu ini memang unik.

*)Wahyu Andrianto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait