Tiga Manfaat Pro Bono Bagi Advokat
Utama

Tiga Manfaat Pro Bono Bagi Advokat

Mengasah keterampilan dan membangun jaringan; membangun citra dan meningkatkan nilai tambah dibanding advokat lain; serta menjadi sarana publikasi melaluii ajang penghargaan pro bono yang digelar Hukumonline.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Editor In Chief Hukumonline, Fathan Qorib, menjelaskan pro bono bukan hal baru karena praktik ini sudah ada sejak awal abad ke-20 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Tapi ketika itu bantuan hukum cuma-cuma hanya diberikan kepada keturunan asing, bukan untuk kalangan bumiputera. Setelah Indonesia merdeka para tokoh advokat Indonesia mempraktikkan pro bono, seperti Trimoelja D Soerjadi, yang sempat melakukan pro bono untuk kasus Marsinah di tahun 1993.

Ada juga Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, dan sederet tokoh advokat lainnya telah menjalankan pro bono meskipun kala itu belum ada regulasi yang mewajibkan advokat melakukan bantuan hukum cuma-cuma. Praktik tersebut menjadi cikal-bakal diaturnya pro bono dalam beberapa aturan di Indonesia.

Mengutip Penjelasan PP No.83 Tahun 2008, Fathan mengatakan pro bono merupakan bentuk pengabdian yang dilakukan profesi advokat. “Ini kesadaran penuh advokat untuk membantu masyarakat yang tidak mampu di sekitarnya untuk mendapatkan akses keadilan,” ujarnya.

Soal ketentuan yang menganjurkan advokat melakukan pro bono minimal 50 jam setahun, Fathan berpendapat yang berperan tak hanya advokat yang bersangkutan, tapi juga organisasi advokat. Sayangnya sampai saat ini organisasi advokat belum melakukan pencatatan yang baik terkait praktik pro bono yang telah dilakukan anggotanya.

“Seharusnya catatan itu dapat digunakan sebagai dasar organisasi advokat untuk memberikan insentif kepada anggotanya, misalnya perpanjangan kartu anggota secara gratis,” usulnya.

Selain itu, pro bono penting bukan hanya untuk meringankan beban masyarakat tidak mampu untuk mengakses keadilan, tapi juga untuk advokat itu sendiri. Fathan mencatat sedikitnya ada 3 manfaat pro bono bagi advokat. Pertama, mengasah keterampilan dan membangun jaringan profesional. Semakin banyak pro bono maka pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan jaringan advokat tersebut juga berpotensi meningkat.

Kedua, membangun citra dan meningkatkan nilai tambah jika dibandingkan dengan advokat lainnya. Ketiga, pro bono sebagai sarana publikasi, misalnya melalui ajang penghargaan pro bono (pro bono awards) seperti yang dilakukan Hukumonline. “Untuk advokat muda, praktik pro bono bisa dimulai dari lingkungan sekitar atau terdekat,” saran Fathan.

Melalui pro bono awards yang diselenggarakan Hukumonline, Fathan menyebut kantor hukum juga didorong untuk mendukung advokatnya melakukan pro bono. Misalnya, memberikan insentif bagi advokat yang melaksanakan pro bono dan menyiapkan anggaran untuk pro bono.

Tags:

Berita Terkait