Hak Waris pada Keluarga Beda Agama Masih Diperdebatkan
Utama

Hak Waris pada Keluarga Beda Agama Masih Diperdebatkan

'Masalah waris itu tidak seharusnya diperdebatkan lagi, karena perkawinan kami diresmikan di catatan sipil. Jadi, yang berlaku adalah hukum negara, bukan hukum agama'.

Oleh:
CR-2/Mys
Bacaan 2 Menit
Hak Waris pada Keluarga Beda Agama Masih Diperdebatkan
Hukumonline

 

Meskipun demikian, lanjut Tahir, orang tua yang masih hidup bisa memberikan hibah karena pemberian bisa dilakukan kepada siapa saja, baik kepada muslim maupun non muslim. Hibah ini, jelas Tahir, bukan sebagai ahli waris karena sebagai ahli waris sudah tertutup kemungkinan.

 

Ahli waris kan berarti orang tuanya sudah meninggal; meninggalkan harta yang dibagikan pada ahli waris. Memang ada batasan, kalau hibah tidak boleh melampaui maksimal 1/3 dari jumlah harta yang ada, kata Tahir.

 

Putusan MA 

Mengenai putusan MA yang memberikan waris pada ahli waris non Islam, Tahir mengaku pernah mendengarnya dari mahasiswa yang melalukan tesis tentang hal ini. Menurut ia, pemberian waris beda agama itu merupakan pertimbangan MA sendiri. Namun dalam pandangan Tahir, jika dikembalikan pada dasar hukum yang semula, maka itu bertentangan dengan sunnah dan juga dilarang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

 

Ada putusan seperti itu, mungkin MA punya pertimbangan khusus. Tapi menurut saya pertimbangan itu lemah. Pasal 171 KHI itu sangat jelas. Ahli waris harus beragama Islam, kata Tahir.

 

Ketua Muda Urusan Lingkungan Pengadilan Agama MA Andi Syamsu Alam menyatakan bahwa MA kini menerapkan hukum Islam kontemporer. Yaitu apabila orangtua beragama berbeda dengan anak maka dianggap meninggalkan wasiat yang disebut sebagai wasiat wajibah.

 

Kita bertolak dari KHI bahwa ada istilah wasiat wajibah. Kita tetapkan seperti itu dan itu sudah menjadi yurisprudensi. Secara eksplisit tidak tertulis dalam KHI. Hanya lembaga wasiat wajibah dipinjam untuk itu. Yang memutuskan ini pertama kali pengadilan tinggi agama jakarta. Ini sudah menjadi preseden, dikutip di seluruh Indonesia, kata Andi.

 

Menurut Andi, besaran wasiat wajibah tidak lebih dari 1/3 bagian. Sebelumnya, bagi orangtua dan anak yang berbeda agama tidak diperbolehkan memberi atau menerima waris.

Itulah komentar seorang penganut Katholik yang menikahi seorang muslimah ketika ditanyakan apakah ia tidak risau dengan kemungkinan rumitnya masalah waris untuk anak-anak mereka kelak. Meskipun kelak anak-anaknya mengikuti agama sang ibu, bukan berarti otomatis harta waris mereka dibagi menurut Islam. Pria yang aktivis LSM itu yakin semua anaknya akan mendapat bagian yang sama.

 

Dalam pandangan Kristen, kata Pdp Hanan Soeharto dari Pusat Pelayanan Bantuan Hukum Gereja Bethel Indonesia, perbedaan agama tidak menghalangi hak waris. Jika sang anak belum dewasa maka ia mengikuti agama orang tuanya. Kalau anaknya Kristen, maka dia akan mengikuti hukum perdata yang berlaku. Anak tetap berhak mendapatkan warisan, kata Hanan kepada hukumonline pekan lalu.

 

Tetapi, bagi Guru Besar Universitas Indonesia Prof. H.M Tahir Azhary, perbedaan agama seharusnya menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak waris. Paling tidak, begitulah prinsip hukum Islam. Ada Sunnah Rasul, tidak mewaris orang beriman dari orang yang tidak beriman, demikian sebaliknya, kata pakar hukum Islam ini.

Tags: