Ada Calon Anti Hukuman Mati
Seleksi Hakim Agung

Ada Calon Anti Hukuman Mati

I Gusti Made Antara mengatakan ajaran agama yang dianutnya, Hindu, tak mengizinkan hukuman mati. Sedangkan Munir Fuady juga tak akan jatuhi vonis mati karena mengaku sebagai pejuang HAM.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Ada Calon Anti Hukuman Mati
Hukumonline

 

Dalam hukum pidana Islam memang dikenal istilah Qishas. Yaitu, suatu ganjaran setimpal terhadap pembunuh. Seorang pembunuh dihukum dengan hukuman mati, atas permintaan ahli waris korban bila seorang pembunuh itu telah terbukti bersalah oleh hakim.

 

Busyro pun mengajukan pertanyaan yang kemudian dijawab dengan tegas oleh Gusti. Kalau terdakwanya beragama Islam, sedangkan Islam mengakui hukuman mati, bagaimana? tanya Busyro lagi. Saya tetap tak bisa pak. (Sanksi,-red) penjara sudah cukup membuat menderita, ujarnya memberi alasan.

 

Pejuang HAM

Calon hakim agung dari pintu non-karier, Munir Fuady sependapat dengan Gusti. Meski dengan alasan berbeda. Munir tak bawa-bawa agama untuk menolak pelaksanaan hukuman mati. Ia mendalilkan hak asasi manusia sebagai alasan penolakan hukuman mati tersebut. Menurutnya, hukuman mati jelas melanggar HAM, berupa hak hidup manusia. Saya ini pejuang hak asasi manusia, tegasnya.

 

Komisioner KY Mustafa Abdullah tak puas dengan dalil HAM ini. Ia mengatakan, dalam kasus korupsi, ada HAM masyarakat Indonesia yang terlanggar. Apa kita mau mengorbankan hak asasi bangsa Indonesia untuk para koruptor? ujarnya. Mustafa justru mencontohkan kampanye melawan korupsi yang pernah dicanangkan oleh Perdana Menteri Cina Zhu Rongji. Zhu Rongji menyediakan 100 peti mati, 99 peti untuk koruptor dan satu peti untuknya, ungkap Mustafa.

 

Munir mengakui memang ada hak masyarakat yang dilanggar dengan adanya korupsi. Saya tetap tak setuju dengan hukuman mati. Menurut saya itu tak pantas, tuturnya. Munir menegaskan ia akan mengambil pilihan lain bila penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman mati.

 

Selain soal hukuman mati, kiprah Munir yang sempat mengikuti beberapa kali seleksi juga jadi sorotan para komisioner KY. Munir pernah ikut seleksi hakim ad hoc pengadilan tipikor, anggota komisi konstitusi, hakim konstitusi, bahkan untuk seleksi hakim agung ini merupakan kali kedua. Predikat job seeker pun sempat melekat dalam diri Munir.

 

Munir sempat mengatakan kepada hukumonline, beberapa waktu lalu, bahwa kirprahnya ini justru menguntungkan. Ia menganalogikan dirinya sebagai mobil lecet yang berulangkali terbentur dalam berbagai seleksi. Filosofinya, mobil seperti ini sudah menelusuri jalanan berkelok dan berkerikil tajam. Wajar kalau body-nya belepotan dan catnya terkelupas.

 

Namun, Munir mengatakan mobil lecet inilah yang seharusnya dipilih oleh KY. Karena bila KY memilih mobil mulus, justru menggambarkan orang yang tak pernah kemana-mana. Hanya berdiam diri di garasi.

 

Kalau mau yang seperti mobil mulus, cari saja akademisi. Pasti nilainya bagus-bagus, selorohnya. Sebab mereka tidak ke mana-mana. Hanya mengajar, balik ke rumah, tidur, besoknya mengajar lagi, tambahnya. Sayangnya, saran unik ini agar KY memilih mobil lecet tak disampaikannya secara langsung hingga sesi wawancara ini berakhir.

Tahap wawancara seleksi calon hakim agung tahun 2008 di Komisi Yudisial (KY) sudah memasuki hari kedua. Sejumlah calon hakim agung baik karier maupun non-karier dijejali pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh seluruh komisioner KY, minus Irawady Joenoes. Keenam komisioner itu menelisik track record calon sampai seputar isu yang menyerempet keagamaan.   

 

Adalah I Gusti Made Antara yang mendapat giliran pertama, pada pagi hari, Jumat (27/6). Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram ini sempat ditanya oleh Wakil Ketua KY Thahir Saimima seputar hukuman mati bagi koruptor. Apa anda punya impian menghukum mati koruptor? tanya Thahir.

 

Gusti mengatakan hukuman mati merupakan tabu baginya. Selama ini saya belum pernah menjatuhkan hukuman mati, ungkapnya. Ia berdalih ajaran agama yang dianutnya, Hindu, tak mengizinkan jenis hukuman seperti itu. Mati itu urusan Tuhan, tambahnya seraya mengakui bahwa ia sangat mempercayai adanya karma. Karenanya bila ada jaksa yang menuntut hukuman mati, maka Gusti memilih opsi yang lebih ringan, yaitu hukuman seumur hidup.

 

Pria yang mengawali karier hakimnya di PN Jayapura ini mencontohkan kasus yang pernah ditanganinya. Saya dulu pernah menangani kasus mutilasi seorang pria terhadap kekasihnya di Kupang, ujarnya. Kala itu, penuntut umum meminta agar pria tersebut divonis mati. Tapi saya tak bisa vonis seberat itu. Ini prinsip saya, katanya.  

 

Ketua KY Busyro Muqoddas tergelitik dengan sikap dan alasan Gusti ini. Busyro menilai ada pengaruh nilai agama yang kuat dalam diri Gusti. Itu tak jadi soal. Yang menjadi persoalan, bagaimana nilai agama yang dianut Gusti berbeda dengan nilai agama yang dianut oleh terdakwa maupun korban. Bagaimana dengan nilai Islam yang mengakui adanya hukuman mati? telisiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: