Ini Beberapa Usulan Perubahan UU Anti Praktik Monopoli
Berita

Ini Beberapa Usulan Perubahan UU Anti Praktik Monopoli

Badan Legislatif DPR memasukkan asas ekstra teritorial dalam definisi pelaku usaha.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan: Nawir Messi (Ketua KPPU), A Muhajir (Anggota DPR Fraksi PAN), Ine S Ruky (Dosen FEUI), Chairul Muriman (Dosen STIK) dalam acara diskusi Amandemen UU Anti Monopoli, Jakarta (20/02). Foto: RES
Dari kiri ke kanan: Nawir Messi (Ketua KPPU), A Muhajir (Anggota DPR Fraksi PAN), Ine S Ruky (Dosen FEUI), Chairul Muriman (Dosen STIK) dalam acara diskusi Amandemen UU Anti Monopoli, Jakarta (20/02). Foto: RES
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Fraksi Partai Amanat Nasional, Muhajir, mengatakan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah saatnya direvisi.

“Saat ini, RUU Anti Monopoli ini telah dibahas di Badan Legislatif dan secara formal telah dimuat dalam Prolegnas Tahun 2013,” tutur Muhajir kepada para wartawan saat diskusi di Jakarta, Kamis (20/2).

Alasan penyempurnaan dari UU Anti Praktik Monopoli adalah banyak masalah yang timbul di dalam praktik, di antaranya adalah mengenai definisi pelaku usaha, notifikasi merger, dan pemberian sanksi yang tumpang tindih. Persoalan lainnya adalah mengenai hukum acara yang belum jelas dalam hal pengajuan keberatan dan banding hingga soal kewenangan lembaga dalam menjalankan fungsi penyelidikan, penuntutan, dan sekaligus sebagai pengadilan dalam satu tempat.

Atas persoalan ini, Badan Legislatif telah membuat rancangan UU Anti Praktik Monopoli ini sehingga RUU Anti Praktik Monopoli ini terdiri dari 15 Bab dan 99 Pasal. Berdasarkan pengamatan Muhajir, pasal-pasal penting yang menjadi sorotan utama di antaranya adalah mengenai definisi pelaku usaha. RUU Anti Praktik Monopoli ini memperluas cakupan dari definisi pelaku usaha dengan memasukkan asas ektra teritorialitas. Sehingga, definisi pelaku usaha sebagaimana dalam Pasal 1 angka 4 RUU menjadi:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan baik di dalam ataupun di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang mempunyai dampak terhadap perekonomian Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha di bidang ekonomi”.

Sebelumnya, definisi pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah:

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang mempunyai dampak terhadap perekonomian Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi mengatakan perubahan ini sangat penting apalagi definisi tersebut menggunakan asas ekstra teritorial. Mengapa Nawir mengatakan penting sebab selama ini banyak peserta tender tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga ada yang berasal dari Amerika Serikat, Korea Selatan. Bahkan, hampir semua peserta tender tidak memiliki kantor perwakilan atau afiliasi apapun di Indonesia.

“Ketika kita menangani ini, ini sangat sulit apabila tidak diberi kewenangan hingga di luar Indonesia,” tuturnya pada kesempatan yang sama.

Lebih lagi, ketika nantinya ASEAN menjadi pasar bersama. Nawir sudah dapat membayangkan akan banyak transaksi terjadi di luar wilayah Indonesia yang bisa jagi berdampak besar terhadap Indonesia. Untuk itu, Nawir mengatakan penyesuaian terhadap definisi pelaku usaha sangat diperlukan.

Notifikasi Pra-Merger
Pasal lain yang akan diperbaiki adalah mengenai notifikasi pra-merger atau akusisi. Sebelumnya, pengaturan tentang notifikasi ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1999. Ketentuan ini mengatur bahwa penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tersebut.

Dalam RUU Anti Praktik Monopoli, ketentuan ini diatur dalam Pasal 31 ayat (1) RUU Anti Praktik Monopoli yang bunyinya: “Penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan yang berakibat nilai aset atau nilai penjualan melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada KPPU sebelum penggabungan atau peleburan badan usaha, pengambilalihan saham, pengambilalihan aset atau pembentukan usaha patungan berlaku efektif secara yuridis.”

“Dalam hal merger dan akuisisi ini dilakukan secara ketat dan itu dilakukan pra merger. Diskusi mengenai ini di Baleg (Badan Legislatif, red) telah selesai,” lanjut Muhajir.

Selain perubahan terhadap dua pasal tersebut, Muhajir juga meminta masukkan dari berbagai pihak terhadap perubahan pengaturan mengenai pembayaran denda. Saat penggodokan revisi UU Anti Praktik Monopoli ini di Baleg DPR, usulan dari dunia usaha terhadap pengusaha yang melakukan praktik monopoli adalah didenda sejumlah Rp500 miliar. Namun, angka ini menurut Muhajir lama-kelamaan nilainya bisa merosot.
Tags:

Berita Terkait