Pendidikan Hukum Berkualitas, Kunci Profesi Hukum Berintegritas
Berita

Pendidikan Hukum Berkualitas, Kunci Profesi Hukum Berintegritas

Kondisi profesi hukum saat ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas sistem pendidikan hukum.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Ketua DPC PERADI Mataram Asmuni, Ketua STHI Jentera Yunus Husein dan Dosen FH Unram LM Hayyan Ul Haq dalam acara diskusi yang digelar di Bandini Koffie, Mataram, Minggu (8/5). Foto: RES
Kiri ke kanan: Ketua DPC PERADI Mataram Asmuni, Ketua STHI Jentera Yunus Husein dan Dosen FH Unram LM Hayyan Ul Haq dalam acara diskusi yang digelar di Bandini Koffie, Mataram, Minggu (8/5). Foto: RES
Tahun 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan kinerja positif. Setiap bulannya, lembaga anti rasuah itu berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ironisnya, beberapa dari sejumlah pihak yang terjaring OTT KPK berasal dari kalangan profesi hukum. Mulai dari jaksa, panitera, hakim hingga advokat.

Kondisi tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan. “Ada apakah dengan profesi hukum?” Mengapa sejumlah profesi hukum terbelit masalah hukum, terutama korupsi?”

Dalam acara diskusi bertajuk “Pendidikan Hukum Berkualitas, Profesi Hukum Berintegritas” yang digelar DPC PERADI Mataram berkolaborasi dengan Hukumonline di Bandini Koffie, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Yunus Husein menyebut kondisi profesi hukum saat ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas sistem pendidikan hukum.

“Maju tidaknya profesi hukum sangat bergantung pada dunia pendidikan hukumnya,” sebut Yunus, Minggu (8/5).

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini mencermati sistem pendidikan hukum yang ada saat ini terlalu berorientasi pada pembekalan kompetensi untuk para mahasiswa. Seharusnya, lanjut dia, pendidikan hukum juga membekali mahasiswanya dengan integritas.

Menurut Yunus, integritas dapat diajarkan kepada mahasiswa dalam bentuk teladan dari pimpinan serta pengajar institusi pendidikan hukum. Selain itu, suasana belajar mengajar yang dibangun juga harus bersifat egaliter dan demokratis agar mahasiswa terpancing untuk berpartisipasi aktif.

Sebagai pimpinan STHI Jentera, Yunus mengatakan kampus yang dipimpinnya menerapkan seleksi yang cukup ketat ketika merekrut calon mahasiswa. Di STHI Jentera, seorang calon mahasiswa tidak hanya dilihat kompetensi keilmuannya, tetapi juga integritasnya termasuk bagaimana lingkungan keluarganya.

“Ketika rekrutmen, kami (STHI Jentera) menelusuri track record si calon mahasiswa, bagaimana kondisi ekonomi keluarga, dan juga dilakukan sesi wawancara khusus,” papar Yunus.

Tidak hanya calon mahasiswa, calon pengajar pun diseleksi secara ketat oleh STHI Jentera. Seleksi ketat, menurut Yunus, sangat penting karena pengajar tidak hanya memberikan ilmu kepada mahasiswanya, tetapi juga teladan yang baik.

Yunus berpendapat dengan sistem pendidikan yang lebih baik, maka lulusan yang dihasilkan juga lebih baik. Ketika terjun ke dunia profesi, pelaku profesi hukum seharusnya tidak semata menuruti permintaan klien. Lebih dari itu, setiap pelaku profesi hukum seharusnya memiliki prinsip untuk mewujudkan kondisi hukum yang lebih baik.

“Tidak sekadar mencari uang, karena kalo hanya mencari uang itu sayang (percuma, RED),” ujar Yunus.

Dalam acara yang sama, Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Lalu Muhammad Hayyan Ul Haq mengatakan faktor pendidikan adalah kunci dalam rangka perbaikan kondisi hukum saat ini. Sejak jenjang pendidikan, menurutnya, pelaku profesi hukum itu seharusnya sudah mulai dibentuk karakternya agar menjadi pelaku profesi hukum yang berintegritas.

“Pendidikan hukum itu jangan hanya berada di tataran kognisi (proses memperoleh pengetahuan, KBBI). Jangan sekadar menghafal pasal, tetapi harus memahami bagaimana praktiknya,” ujar akademisi yang juga tercatat sebagai pengajar di Utrecht University, Belanda.

Ketua DPC PERADI Mataram, Asmuni menegaskan pofesi hukum yang baik harus dilandasi oleh pendidikan hukum yang baik pula. Menurut Asmuni, pendidikan hukum yang berkualitas tidak hanya dibutuhkan dalam konteks pendidikan hukum untuk meraih gelar sarjana hukum. Pendidikan lanjutan setelah S-1 dalam bentuk Pendidikan Khusus Profesi Advokat juga harus berkualitas agar pelaku profesi hukum yang dihasilkan juga berintegritas.

Tags:

Berita Terkait