Referensi Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Resensi

Referensi Penyelesaian Sengketa Konstruksi

Buku ini memberikan pemahaman yang baik pelaksanaan administrasi kontrak konstruksi.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Buku Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia. Foto: RES
Buku Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia. Foto: RES
Di negara dengan tingkat pembangunan konstruksi yang tinggi, seperti Indonesia, potensi sengketa sangat besar. Pembangunan gedung melewati batas waktu bisa memicu sengketa antara pemborong dengan pemberi pekerjaan. Bahkan kalaupun Anda melihat sebuah gedung sudah berdiri dan ditempati penyewa, tak berarti lepas dari masalah hukum.

Suatu proyek yang sudah dinyatakan selesai bisa saja masih menyimpan bara sengketa karena urusan administrasi yang belum selesai. Klaim konstruksi bisa berujung ke pengadilan. Demikian pula jika pengguan jasa dan penyedia jasa kontraktor berbeda tafsir mengenai perjanjian. Kalau sudah demikian, kemana harus diselesaikan? (Baca juga: Kontrak Jasa Konstruksi Juga Pakai Bahasa Indonesia).

Kemanapun akan dibawa, yang jelas perbedaan pendapat para pihak terhadap kontrak konstruksi adalah sesuatu yang wajar dan alamiah. Jika sengketa terjadi, justru tak boleh dibiarkan berlama-lama karena bisa berdampak buruk, setidaknya konstruksi terbengkalai. Karena itu penanganan sengketa konstruksi harus dilaksanakan sesegera mungkin dengan memanfaatkan pihak ketiga yang kompeten (hal. 5).

Buku ini, Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia, merupakan salah satu dari sedikit referensi yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Ditulis oleh Sarwono Hardjomuljadi, seorang praktisi sekaligus akademisi, buku ini hadir di tengah kebutuhan atas aspek hukum konstruksi semakin tinggi. Penyelesaian sengketa konstruksi selama ini masih tetap menggunakan pengadilan. Kalaupun ada yang memanfaatkan jasa Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), para pihak yang tak puas cenderung membawa perkaranya ke pengadilan. (Baca juga: Adakah Upaya Hukum Terhadap Pembatalan Putusan Arbitrase?).

Pilihan forum itu memang tak lepas dari payung hukum yang menjadi dasar penyelesaian. Pertama, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Kedua, UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Kedua Undang-Undang ini mengenal penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum, arbitrase, negosiasi, konsiliasi, mediasi dan penilaian ahli.

Selain itu ada yang disebut Dispute Board, yaitu Dewan Sengketa di bawah mekanisme FIDIC (Federation Internationale des Ingeneur-Conseils). Proyek-proyek konstruksi di Indonesia yang didanai asing banyak merujuk pada FIDIC Conditions of Contract for Construction. Di Indonesia, telah lahir pula Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi (BADAPSKI). (Baca juga: BADAPSKI: Jasa Konstruksi Rawan Sengketa).

Masalah kontrak pekerjaan konstruksi, terutama yang dibiayai asing, menarik untuk dikaji (hal. 3). Persyaratan kontrak dalam FIDIC telah mengatur secara rinci tentang klaim, prosedur penyampaian klaim, sengketa dan prosedur penyelesaiannya, lengkap dengan ketentuan tahapan-tahapannya. Tetapi dalam praktik, penyelesaian sengketa konstruksi itu beraneka ragam.

Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia
Penulis Sarwono Hardjomuljadi
Cetakan-1 2016
Penerbit Logoz Publishing, Bandung
Halaman 118 + xxvi

Klaim adalah awal mula timbulnya sengketa. Klaim terkesan menjadi momok dalam jasa kontruksi. Klaim yang diajukan kontraktor bisa dibedakan atas (a) klaim konstruksi akibat perubahan waktu pelaksanaan; (b) klaim konstruksi akibat perintah perubahan (variation order); atau (c) klaim konstruksi akibat unforeseeable physical conditions alias keadaan fisik yang tidak dapat diduga sebelumnya (hal. 13-17).

Yang pertama biasanya dihubungkan dengan ketepatan waktu pekerjaan (schedule)dan kesesuaian dengan batas-batas anggaran (budget). Yang kedua, perintah perubahan pada proyek konstruksi biasanya diterbitkan insinyur atas nama pengguna jasa. Perubahan pekerjaan hampir selalu terjadi karena berbagai sebab seperti kesalahan rancangan, perubahan desain, penambahan atau pengurangan volume pekerjaan, atau perubahan situasi. (Baca juga: Jika Fisik Bangunan Tidak Sesuai IMB).

Buku ini menganalisis forum-forum penyelesaian sengketa yang tersedia, dilengkapi dengan contoh-contoh kasus yang sudah pernah diputus. Bagian terakhir ini, yakni studi kasus, membuat buku ini sangat berguna untuk mereka yang selama ini menjalankan jasa konstruksi. Sebagai bagian dari dunia internasional Indonesia perlu terus mengikuti FIDIC. Pemerintah selaku regulator juga perlu terus memberikan pemahaman yang lebih kepada para pihak terkait jasa konstruksi tentang mekanisme penyelesaian sengketa dalam perundang-undangan.

Selebihnya, isi buku ini layak untuk dibaca bersama-sama dengan referensi aspek hukum jasa konstruksi lainnya. Selamat membaca…
Tags:

Berita Terkait