Capaian OTT Terbanyak Sepanjang Sejarah KPK dan Tunggakan Perkara
Utama

Capaian OTT Terbanyak Sepanjang Sejarah KPK dan Tunggakan Perkara

Pimpinan KPK berharap penambahan sumber daya manusia dapat mempercepat penanganan tunggakan perkara.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo didampingi pimpinan KPK yang lain, Basaria Panjaitan, Laode M Syarief, Saut Situmorang, Alexander Marwata dan Jubir KPK Febri Hendri menyampaikan paparan terkait kinerja KPK Tahun 2016 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/1).
Ketua KPK Agus Rahardjo didampingi pimpinan KPK yang lain, Basaria Panjaitan, Laode M Syarief, Saut Situmorang, Alexander Marwata dan Jubir KPK Febri Hendri menyampaikan paparan terkait kinerja KPK Tahun 2016 di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/1).
Sepanjang 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan 17 operasi tangkap tangan (OTT). Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, jumlah OTT tersebut tergolong cukup banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, merupakan jumlah terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri.

"Hal ini menunjukan bukan semata-mata kehebatan dari KPK, tapi ini menunjukan partisipasi dan keberanian masyarakat untuk melaporkan adanya tindak pidana korupsi semakin meningkat. Tentu juga pihak KPK yang cepat merespon laporan-laporan itu," katanya dalam konferensi pers Capaian Kinerja KPK 2016, Senin (9/1).

Dari 17 kasus OTT, KPK telah menetapkan 56 tersangka dengan berbagai profil. Ada yang berasal dari unsur aparat penegak hukum, anggota legislatif, maupun kepala daerah. Jumlah 56 tersangka meliputi keseluruhan, mulai dari OTT itu sendiri sampai pengembangan-pengembangan kasus dari hasil OTT.

Tidak hanya capaian OTT, sepanjang 2016, KPK juga telah melakukan penyelidikan sebanyak 96 perkara. Kemudian, KPK melakukan penyidikan dan penuntutan, masing-masing sebanyak 99 dan 77 perkara. Menurut Basaria, jumlah itu termasuk penyelesaian kasus-kasus di tahun sebelumnya. (Baca Juga: Sepanjang 2016, Tiap Bulan KPK Lakukan Operasi Tangkap Tangan)

Sementara, untuk eksekusi perkara di tahun 2016, KPK telah melakukan eksekusi terhadap 81 perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Berdasarkan data KPK, dari eksekusi tersebut, lebih dari Rp497,6 miliar telah disetorkan KPK ke kas negara dalam bentuk Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP).

Basaria menjelaskan, modus-modus korupsi yang ditangani KPK didominasi oleh perkara suap, yaitu sebanyak 79 perkara atau hampir 85 persen dari keseluruhan jumlah perkara. Sedangkan, modus lainnya, sebanyak 14 perkara korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, serta tiga perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Berdasarkan Jenis PerkaraTahun 2016
Pengadaan barang dan jasa 14
Perizinan 1
Penyuapan 79
Pungutan 1
Penyalahgunaan anggaran 1
TPPU 3
Merintangi proses KPK 0
Jumlah 99
Berdasarkan InstansiTahun 2016
DPR RI 15
Kementerian/Lembaga 39
BUMN/BUMD 11
Komisi 0
Pemerintah Provinsi 13
Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota 21
Jumlah 99
Sumber: KPK

Dari keseluruhan jumlah perkara yang ditangani KPK sepanjang 2016 itu, paling banyak pelakunya berasal swasta, yakni sebanyak 26. Sementara, peringkat kedua adalah DPR/DPRD dan lain-lain, masing-masing  23. Disusul eselon I, II, dan III sebanyak 10, Wali Kota/Bupati/Wakil sebanyak 8, Kementerian/Lembaga 2, serta Gubernur dan Hakim, masing-masing 1. (Baca Juga: 17 Operasi Tangkap Tangan KPK Terheboh)

Lebih lanjut, Basaria mengungkapkan, untuk bidang penindakan lainnya, yaitu koordinasi dan supervisi (Korsup), KPK telah melakukan koordinasi sebanyak 163 penanganan perkara dari target 76 perkara. "Untuk supervisi targetnya 156 perkara, tapi telah dilakukan supervisi melebihi dari target mencapai 201 perkara," ujarnya.

Ia menjelaskan, korsup yang dilakukan KPK bentuknya bermacam-macam. Selain membantu penanganan perkara di lembaga penegak hukum lain, bisa juga dilakukan dengan mendatangkan ahli untuk penanganan perkara korupsi dan membantu penangkapan buron atau DPO (Daftar Pencarian Orang).

Beberapa contoh korsup, antara lain saat KPK membantu Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah untuk menangkap tersangka Suryo Handoko di Blitar, Jawa Timur. KPK juga pernah membantu Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai untuk menangkap terpidana atas nama Manatap Ambarita di Jakarta.

Kemudian, pada 2016, KPK telah menginisiasi sistem e-SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Basaria berpendapat, hal ini merupakan upaya sinergi dan koordinasi penanganan perkara antara KPK dengan lembaga penegak hukum lain. Ia berharap, di 2017, sistem e-SPDP sudah benar-benar berjalan di KPK, Polisi, dan Kejaksaan.

"Sepanjang 2016, KPK telah menerima SPDP dari pihak Kejaksaan sebanyak 661 SPDP, dan dari Kepolisian sebanyak 255. Mestinya sih harusnya lebih banyak, apalagi dari Kepolisian. Kalau sistem ini sudah selesai, kita harapkan nanti semua akan terekam dengan baik di seluruh Indonesia," tuturnya.

Pencapaian lainnya adalah pelatihan bersama antara KPK dan penegak hukum lainnya. KPK telah melakukan pelatihan bersama di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta, Aceh, dan Sumatera Barat. Pelatihan bersama ini diikuti oleh 713 aparat penegak hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, termasuk auditor BPK, BPKP, dan PPATK.

Basaria menyadari bahwa apa yang dilakukan KPK sepanjang 2016 memang belum sempurna. Oleh karena itu, ia sangat mengharapkan masukan dan kritik dari masyarakat. Ia menilai, masukan dan kritikan dari masyarakat sebagai upaya bersama dalam upaya pemberantasan korupsi.

Tunggakan perkara
Meski KPK telah melakukan 77 penuntutan di tahun 2016, masih ada beberapa tunggakan perkara yang belum ditingkatkan ke penuntutan. Seperti, kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) PT Pelindo II tahun 2010 dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kasus Pelindo II merupakan kasus peninggalan pimpinan KPK sebelumnya. Ia mengaku, kasus itu belum "matang" untuk ditingkatkan ke penuntutan. Alasan utamanya adalah karena masih berupaya menyelesaikan besaran penghitungan kerugian keuangan negara. (Baca Juga: RJ Lino Tersangka Pengadaan Crane Pelindo II)

"Kita masih mengirim beberapa penyidik ke RRC. Di beberapa kasus memang (soal) kapasitas orang yang menangani kasus, kemudian ditimpa kasus OTT, sehingga kasus yang ditangani tertunda. Harapan kami, dengan penambahan banyak orang di 2017, kecepatan (penanganan kasus) bisa dipercepat," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait