Ditunggu!! Buku Panduan Pro Bono untuk Advokat
Berita

Ditunggu!! Buku Panduan Pro Bono untuk Advokat

Banyak faktor penyebab bantuan hukum pro bono tak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Buku panduan akan mempermudah advokat dan pencari keadilan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Peserta konsultasi penyusunan Panduan Pro Bono di Jakarta (09/2). Foto: DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan.
Peserta konsultasi penyusunan Panduan Pro Bono di Jakarta (09/2). Foto: DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan.

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pimpinan Luhut MP Pangaribuan sedang menyusun sebuah buku Panduan Pro Bono. Proses penyusunan Panduan ini melibatkan banyak pihak, seperti advokat lintas organisasi, lembaga bantuan hukum, firma hukum yang telah melaksanakan pro bono, akademisi, pengelola pos bantuan hukum di pengadilan, dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

 

Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau pro bono adalah kwajiban yang melekat pada diri setiap advokat di Indonesia. Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan ‘advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu’. Untuk memenuhi amanat Undang-Undang telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Bahkan Perhimpunan Advokat Indonesia sudah menerbitkan Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Setiap advokat dianjurkan memberikan bantuan huku pro bono 50 jam setahun.

 

Bantuan Hukum Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. Bantuan hukum pro bono dapat dilakukan atas dasar permintaan dari pencari keadilan tidak mampu, atau inisiatif sepihak pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma oleh advokat.

 

(Baca juga: Kontribusi untuk Almamater, Iluni FH UI Teken MoU Bantuan Hukum Pro Bono)

 

Namun hampir lima belas tahun sejak UU Advokat lahir, evaluasi terhadap pelaksanaan bantuan hukum cuma-cuma alias pro bono tak pernah dilakukan secara menyeluruh dan dipublikasikan. Bahkan tidak ada panduan sama sekali, baik bagi advokat maupun bagi pencari keadilan. Alhasil, bukan saja tak jelas hasil penilaiannya, tetapi juga parameter memberikan bantuan hukum pro bono berkembang dalam praktik.

 

Dasar Hukum Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma

UU No. 18 Tahun 2003

Pasal 22

(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu;

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

PP No. 83 Tahun 2008

Pasal 2

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan.

Pasal 3

(1) Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi tindakan hukum untuk kepentingan pencari keadilan di setiap tingkat proses peradilan;

(2) Bantuan Hukum Cuma-Cuma berlaku juga terhadap pemberian jasa hukum di luar pengadilan.

Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2010

Pasal 2

(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu;

(2) Bantuan hukum secara cuma-cuma yang diberikan oleh advokat wajib diperlakukan setara dengan bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium.

 

Hasil riset LBH Jakarta tahun 2005, 2008, 2010 dan 2012 konsisten menemukan fakta bahwa sekitar 80 persen pencari keadilan yang mengikuti proses dalam sistem peradilan pidana tidak mendapatkan pendampingan hukum. Penyebab tidak berjalannya pro bono banyak: bisa jadi karena advokat kesulitan bertemu klien yang membutuhkan probono; minimnya jumlah advokat di wilayah tertentu; rendahnya kultur pro bono di kalangan advokat; dan bisa juga karena tidak adanya panduan yang jelas.

 

Luhut MP Pangaribuan mengatakan gerakan untuk memberikan layanan pro bono bukanlah hal baru di Indonesia, banyak upaya yang dilakukan, termasuk advokat berdedikasi seperti Adnan Buyung Nasution, Nursyahbani Katjasungkana dan lain-lain. Namun partisipasi advokat masih tergolong rendah dibanding jumlah pencari keadilan yang membutuhkan bantuan hukum. Luhut juga mengingatkan bahwa pro bono berbeda dari bantuan hukum. Bantuan hukum (legal aid) berangkat dari kewajiban negara, sedangkan probono adalah jasa hukum yang berangkat dari kewajiban luhur advokat sebagai officium nobile untuk membantu masyarakat miskin.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait