Wasiat Ayah yang Dibatalkan Hakim
Landmark Decisions 2017

Wasiat Ayah yang Dibatalkan Hakim

Wasiat kepada ahli waris diperbolehkan dengan syarat mendapat persetujuan dari para ahli waris.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kaidah agama dan kaidah hukum telah mengatur bagaimana hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua punya kewajiban menjaga anak-anaknya hingga mereka berkeluarga. Sebaliknya, anak berkewajiban menjaga orang tuanya yang sudah sepuh dengan penuh kasih sayang sesuai kemampuannya. Sesama anggota keluarga perlu menjaga keguyuban dan persaudaraan.

 

Sayangnya, kaidah hukum dan kaidah agama itu tak selalu sama dengan yang terjadi di lapangan. Ada banyak contoh anak-anak saling berselisih memperebutkan harta, suami dan isteri memperebutkan hak asuh anak, bahkan anak-anak berselisih dengan orang tua mereka karena beragam alasan. Perselisihan semacam itu acapkali berujung ke pengadilan, dan putusannya menjadi yurisprudensi.

 

Mahkamah Agung telah memasukkan putusan mengenai pembatalan wasiat sebagai salah satu dari belasan putusan terpilih atau landmark decisions dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2017. Putusan ini masuk dalam kategori waris Islam. Seseorang yang punya hak atas harta benda memang dapat mewasiatkan sebagian harta itu kepada orang lain atau lembaga. Aturan wasiat itu di Indonesia antara lain diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

 

Lewat putusan No. 558 K/Ag/2017, Mahkamah Agung mengangkat suatu kaidah hukum penting mengenai keadilan dalam perwasiatan. Ayah yang ingin mewasiatkan pengelolaan harta kepada anak-anaknya, maka ia perlu mempertimbangkan keadilan. Jika wasiat itu hanya diberikan kepada satu orang anak, dan anak yang lain tidak disinggung, bisa jadi anak yang disebut terakhir tidak terima. Mahkamah Agung menegaskan wasiat terhadap sebagian ahli waris tanpa ada persetujuan ahli waris lainnya dapat dimohonkan pembatalan oleh ahli waris yang tak dimintai persetujuan tadi.

 

Putusan Mahkamah Agung itu berangkat dari sebuah kisah nyata. Pada 8 Januari 2009, seorang ayah (TR) menerbitkan surat wasiat yang intinya mengamanahkan pengelolaan Yayasan dan menghibahkan sebagian hartanya kepada SAT, salah seorang anaknya. Rupanya, anak yang lain (DT dan IT) tak terima. Mereka mempersoalkan wasiat ayahnya yang dilakukan di bawah tangan, tanpa saksi, dan tanpa persetujuan ahli waris lain.

 

Baca:

 

Upaya penyelesaian melalui musyawarah keluarga tidak membuahkan kesepakatan. Walhasil, anak-anak yang tak diminta persetujuan mengajukan upaya hukum ke pengadilan. Pengadilan Agama Pekanbaru memutuskan ‘menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima’. Amar putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru. Dua anak pewasiat akhirnya melanjutkan proses hukum ke Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait