Woeker Ordonantie 1938 Jilid II
Kolom Hukum J. Satrio

Woeker Ordonantie 1938 Jilid II

Artikel ini merupakan kelanjutan artikel sebelumnya yang sedang membahas apa kelebihan dan perbaikan Woekerordonantie 1938 terhadap Woekerbesluit 1916? 

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
J. Satrio
J. Satrio

Woekerordonantie 1938 merupakan perbaikan atas Woekerbesluit 1916 dalam segi:

  • dulu (Woekerbesluit 1916) harus ada tuntutan yang datang dari pihak yangdirugikan, sekarang hakim demi jabatan bisa mengurangi kewajiban atau bahkan membatalkan perjanjian;
  • dulu ada kewajiban dari pihak yang dirugikan untuk membuktikan akan adanya sikap ceroboh, kurang pengalaman atau terdesak oleh keadaan, dan adanya penyalahgunaan oleh si periba, yang tidak gampang pembuktiannya dan karenanya merupakan penghalang bagi diterapkannya Woekerbesluit 1916, sekarang kewajiban itu dibebankan kepada si periba, bahwa tidak ada sikap ceroboh, kekurangan pengalaman atau keadaan terdesak pada lawan janjinya;
  • Hakim, demi  jabatannya, bisa  mengurangi kewajiban pihak yang dirugikan atau membatalkan perjanjian.

 

Catatan: Woekerordonantie 1938 tidak berbicara tentang bunga yang tinggi, tetapi berbicara tentang ketidakseimbangan yang luar biasa (tidak lumrah) antara prestasi dan kontraprestasi dalam perjanjian. Untuk riba dalam wujud bunga yang sangat besar, disediakan Ordonantie Pelepas Uang (Geldschieterordonantie) 1938.

 

Berdasarkan Pasal 1 Woekerordonantie 1938, maka untuk penerapannya harus dibuktikan:

  1. adanya ketidakseimbangan antara prestasi timbal balik para pihak yang luar biasa (tidak lumrah). Adanya ketidak seimbangan ini menjadi kewajiban pihak yang dirugikan untuk membuktikan, kecuali kalau Hakim mengambil keputusan demi jabatannya, dalam hal mana bisa diterima adanya ketidak seimbangan, tanpa perlu adanya pembuktian dari pihak yang dirugikan. Karena kepada Hakim tidak diberikan patokan, maka terserahlah kepada Hakim yang menilainya.
  1. Ketidakseimbangan prestasi para pihak secara timbal balik harus sudah ada sejak perjanjian ditutup. Ketidakseimbangan prestasi, yang timbul dalam perkembangan kemudian, tidak membenarkan tuntutan berdasarkan Woekerordonantie 1938.
  1. Adanya syarat ketidakseimbangan yang luar biasa (tidak  lumrah) merupakan peringatan kepada Hakim untuk tidak terlalu cepat menerima adanya ketidakseimbangan prestasi.

 

Dalam Woekerordonantie 1938, untuk penerapan Woekerordonantie, tidak lagi disyaratkan, bahwa si periba telah menyalahgunakan sikap ceroboh, kurang pengalaman dan keadaan terdesak dari lawan janjinya. Dari adanya ketidakseimbangan antara prestasi para pihak yang tidak umum/tidak lumrah, sudah bisa dipersangkakan, bahwa keadaan itu mestinya telah diperoleh dengan cara-cara yang tidak lumrah, antara lain dengan menyalahgunakan keadaan.

 

Sekarang Hakim lebih bebas untuk menilai keadaan dan berangkat dari pikiran, bahwa pihak yang dirugikan mestinya tidak berada dalam keadaan normal. Sebab orang dalam keadaan normal mestinya tidak mau menerima kewajiban yang luar biasa tidak imbang dengan prestasi lawan janjinya. Sebaliknya, si periba mestinya sadar dan tahu sekali akan keadaan yang tidak normal itu dan karenanya telah menyalahgunakan keadaan itu, sehingga secara umum bisa diterima, bahwa ketidakseimbangan yang luar biasa itu muncul dari keadaan tidak yang normal.

Tags:

Berita Terkait