Woeker Ordonantie 1938 Jilid III
Kolom Hukum J. Satrio

Woeker Ordonantie 1938 Jilid III

Artikel ini menceritakan Woekerordonantie terkait keadaan terdesak, ceroboh dan kurang pengalaman.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
J. Satrio
J. Satrio

Keadaan Terdesak

Perlu diingat, bahwa tidak setiap keadaan mendesak menimbulkan “keadaan  terdesak”, dan yang dimaksud di sini dengan “keadaan terdesak” (keadaan  terjepit) adalah suatu keadaan nyata (riil) di mana ada dibutuhkan sekali uang. Jadi harus ada keadaan ekonomis (finansial) terdesak. 

 

Keadaan  “membutuhkan sekali itu harus diukur pada saat perjanjian ditutup.  Keadaan ekonomis terdesak, pada saat pelaksanaan perjanjian, tidak termasuk dalam unsur “keadaan terdesak“ untuk menuntut pembatalan perjanjian atas dasar riba. Keadaan terdesak itu tidak harus berlangsung untuk waktu yang lama.

 

Suatu keadaan terdesak sesaat saja -pada waktu perjanjian dibuat- sudah cukup. Masih dipunyainya barang-barang, tidak menutup adanya “keadaan yang terdesak”, kalau benda-benda itu dibutuhkan untuk melanjutkan usahanya. Namun tidak setiap kebutuhan ekonomis menimbulkan keadaan yang mendesak. Kebutuhan itu harus sangat serius, sedemikian seriusnya, sehingga kedudukan ekonomisnya sangat terancam. Kesemua itu diukur oleh Hakim dengan mengingat akan kedudukan social pihak yang dirugikan.

 

“Keadaan terdesak” harus merupakan keadaan terdesak yang bersifat individual. Keadaan yang buruk sebagai akibat perang saja bukan merupakan “keadaan mendesak” secara individual, namun mengambil manfaat dari keadaan seperti bisa merupakan penyalahgunaan keadaan dengan akibat pembatalan perjanjian. Untuk “keadaan terdesak” baca Res. Ger. Bandung 11 Januari 1935, dalam T. 142 : 525.

 

Ceroboh

Ceroboh adalah suatu keadaan, di mana orang bersikap masa bodoh dan tanpa pertimbangan telah menutup perjanjian, dan tidak peduli dengan akibat dari perjanjian yang ia tutup.

 

Gejala ceroboh itu bisa disimpulkan dari tindakan menutup perjanjian, dengan tanpa usaha mencari tahu isi perjanjian, tidak peduli dengan isi perjanjian, tidak perduli dengan  (perbandingan) nilai prestasi.

 

Kurang Pengalaman

Kurang pengalaman adalah suatu kekurangan pengetahuan dalam liku-liku kehidupan, baik secara umum, maupun di dalam suatu bidang tertentu, khususnya dalam dunia usaha. Orang-orang seperti itu mempunyai ciri, pandangannya terhadap dan kemampuannya untuk menilai keadaan yang ada sangat terbatas, dengan akibat ia tidak bisa memperhitungkan akibat dari tindakannya.

Tags:

Berita Terkait