Telan Banyak Korban, MK: Pemilu Serentak Harus Jadi Bahan Evaluasi
Utama

Telan Banyak Korban, MK: Pemilu Serentak Harus Jadi Bahan Evaluasi

Ungkapan “berdosa” yang disampaikan Ketua MK terkait penyesalan pernah memutus norma pemilu menjadi pemilu serentak tidak seharusnya disampaikan ke publik.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Secara umum Pemilihan Umum Serentak 2019 baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), Rabu (17/4) lalu, berjalan lancar dan aman. Namun, pelaksanaannya menyisakan sejumlah persoalan mulai dugaan pelanggaran, kesalahan prosedur administratif yang berujung pemungutan suara lanjutan atau pemungutan suara ulang di beberapa daerah.

 

Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, sistem pemilu serentak – sistem pemilu yang pertama kali diterapkan di Indonesia - merupakan pemilu yang tersulit/terumit karena menggabungkan antara pemilu legislatif (pileg) dan pilpres secara bersamaan. Pemilu model ini lazim disebut pemilu lima kotak (lima surat suara) sesuai UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, kecuali pelaksanaan Pemilu di DKI Jakarta.   

 

Ironisnya, pasca digelarnya pemilu serentak seluruh Indonesia menelan banyak korban dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) maupun Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) karena sangat kelelahan. Ini disebabkan, karena umumnya pemungutan suara di setiap TPS mulai Rabu (17/4) pagi, berakhir hingga Kamis (18/4) pagi. Hingga Kamis (25/4), KPU mencatat ada sekitar 144 petugas KPPS meninggal dunia dan 548 petugas KPPS jatuh sakit. Sementara, Bawaslu mencatat ada sekitar 33 petugas Panwaslu meninggal dunia dan 160-an jatuh sakit.                

 

Menanggapi persoalan ini, Ketua MK Anwar Usman mengaku merasa ikut “berdosa” karena pernah turut menetapkan “Pemilu Serentak 2019” saat memutuskan norma pelaksanaan pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan pileg dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres pada 2014 silam. Selain sulit, faktanya pelaksanaan Pemilu 2019 menelan banyak korban jiwa.

 

“Pemilu 2019 menjadi pemilu tersulit di dunia, bahkan jika dibandingkan pemilu di Amerika Serikat (sekalipun, red),” ujar Usman saat acara peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan se-Indonesia di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Senin (22/4/2019) seperti dikutip laman MK. Baca Juga: MK Putuskan Pemilu Serentak Tahun 2019

 

Anwar mengatakan salah satu pertimbangan MK saat memutuskan pemilu serentak adalah efisiensi waktu dan anggaran. Namun, dalam pelaksananannya anggaran Pemilu Serentak 2019 ternyata lebih besar dari perkiraan hingga mencapai 35 triliun. “Saya begitu pulang dari TPS, ternyata betapa sulitnya (pelaksanaan) pemilu serentak. Tapi, putusan hakim MK pun bukan firman Tuhan, konstitusi saja bisa diamandemen,” kata Anwar Usman.         

 

Juru Bicara MK I Dewa Gede Palguna menilai pernyataan Ketua MK Anwar Usman sebagai ungkapan perasaan empati secara pribadi atas pelaksaanaan pemilu serentak yang menelan banyak korban dari penyelenggara pemilu. “Jadi, itu tidak bisa dianggap sebagai sikap MK. Tapi, pernyataan itu sebuah empati yang harus dipahami,” kata Palguna saat dihubungi Hukumonline, Rabu (25/4/2019).

Tags:

Berita Terkait