Cicilan Masalah Perlindungan Konsumen di Sektor Perumahan
Berita

Cicilan Masalah Perlindungan Konsumen di Sektor Perumahan

Klausula pengalihan tanggung jawab selalu ada dalam penawaran rumah susun. Pengawasan atas hak-hak konsumen perlu diatur lebih ketat dan spesifik.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi apartemen. Foto: HOL
Ilustrasi apartemen. Foto: HOL

Janji atau iming-iming tak selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Jika mudah terpikat janji, acapkali kekecewaan yang didapat. Ada begitu banyak contoh dan pelajaran yang mengajarkan pentingnya berhati-hati sebelum membeli barang, termasuk membeli unit apartemen. Mungkin saja pembeli harus gigit jari karena unit apartemen tidak diserahkan sebagaimana yang dijanjikan. Jika sudah begini, apa yang harus dilakukan konsumen?

Direktur LBH Bogor, Zentoni, punya jawabannya. Mewakili kliennya, Zakhrina Sagita, Zentoni dan para advokat di LBH Bogor membawa PT Duta Senawijaya Mandiri (DSM) ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. Perusahaan pengembangan apartemen Gardenia Bogor ini dibawa ke pengadilan lantaran tidak menyerahkan unit apartemen yang diperjanjikan meskipun konsumen sudah membayar lunas. Zentoni mengabarkan bahwa pada Senin (29/4), kliennya sudah mendaftarkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

PKU merupakan salah satu mekanisme penyelesaian sengketa utang yang dimungkinkan berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. “PKPU dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada PT DSM untuk mengajukan rencana perdamaian yang akan ditawarkan dalam rangka untuk melindungi kepentingan konsumen,” ujar Zentoni dalam pernyataan resmi yang diterima hukumonline.

Jika PKPU itu tak berhasil, ancaman pailit berpotensi kian besar. Bagaimanapun, permohonan pailit adalah salah satu yang beberapa kali ditempuh konsumen perumahan jika developer ingkar janji termasuk tidak menyerahkan unit apartemen yang sudah dibayar lunas. Berdasarkan penelusuran hukumonline, ini bukan kasus pertama developer apartemen diajukan pailit ke Pengadilan Niaga.

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memang memberikan mekanisme penyelesaian sengketa antara produsen dan konsumen. Misalnya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Namun efektivitas penyelesaian melalui lembaga ini banyak dipertanyakan. Kini, memohonkan developer pailit menjadi alternatif lain yang sudah lazim ditempuh konsumen. Cara lain adalah mengajukan gugatan perdata berupa perbuatan melawan hukum jika konsumen merasa ada pelanggaran hukum dalam pengelolaan apartemen atau rumah susun.

(Baca juga: Diduga Wanprestasi, Penghuni Apartemen Gugat Developer).

Membeli unit apartemen, rumah susun, atau rumah di kompleks perumahan memang seringkali tak semudah yang dibayangkan. Banyak aturan dan proses yang harus diikuti. Untuk memudahkan proses administrasi biasanya pengembang sudah menyiapkan draf perjanjiannya. Konsumen tinggal mengisi beberapa bagian, lalu menandatanganinya. Namun, jika konsumen tak berhati-hati, mungkin saja ada ‘jebakan’ dalam rumusan perjanjian yang dibuat terdahulu oleh pengembang. Ini juga dilakukan pada bisnis penjualan motor, atau layanan perbankan.

(Baca juga: )

Pengajar hukum pada President University Jakarta, Fennieka Kristianto, pernah melakukan penelitian mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) satuan rumah susun di Indonesia. Ia meneliti belasan PPJB dengan menggunakan pendekatan keseimbangan. Hasilnya, sejak awal dalam pembuatan perjanjian ternyata kedudukan pelaku usaha dan konsumen rumah susun tidak seimbang.

Tags:

Berita Terkait