Mengenal Kembali Plaatsvervulling dalam Hukum Kewarisan Nasional
Edsus Lebaran 2019

Mengenal Kembali Plaatsvervulling dalam Hukum Kewarisan Nasional

Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya.

Oleh:
Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Waris (HGW)
Ilustrasi Waris (HGW)

Ada hal menarik dalam proses penyusunan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang kemudian disahkan pada tahun 1991 silam. Salah satunya yang mengundang diskusi cukup dalam di antara para perumus KHI adalah diadopsinya konsep plaatvervulling atau ahli waris pengganti ke dalam KHI. Meskipun Ahli Waris Penggantibukan merupakan tradisi baru dalam hukum nasional, namun internalisasi konsep waris Belanda dan adat ini ke dalam KHI yang berakar dari nilai-nilai hukum Islam menuntut kecermatan lebih dari para perumus.

 

Hukum Islam jika dilihat dari sumbernya merupakan hukum yang statis. Karena itu sebagian besar umat Islam memandang hukum Islam dengan menggunakan pendekatan sakral dan eternal. Namun dalam prosesnya, implementasi hukum Islam ke dalam ruang-ruang sosial tetap membutuhkan penafsiran secara terus menerus sebagai upaya menarik relevansi hukum syariat maupun fikih dengan sejumlah persoalan-persoalan sosial kontemporer.

 

Soal plaatsvervulling misalnya, bukan merupakan konsep waris yang bersumber dari hukum Islam. Ahli waris pengganti ditemukan pengaturannya dalam ketentuan pasal 841-848 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada pokoknya ahli waris pengganti adalah orang yang menggantikan kedudukan ahli waris yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. Orang yang berhak menjadi ahli waris pengganti adalah anak dari ahli waris yang meninggal dunia tersebut. Dalam KUH Perdata, apabila orang tua meninggal dunia, maka ahli waris pengganti akan menduduki kedudukan orang tuanya secara mutlak. Segala hak dan kewajiban orang tuanya yang berhubungan dengan warisan beralih kepadanya.

 

Pasal 841 KUH Perdata, penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. Selanjutnya, 842, 844, 845 mengatur tiga jenis penggantian dalam konsep ini: pertama, penggantian dalam garis lurus ke bawah berlangsung terus tanpa akhir (Pasal 842); kedua, penggantian dalam garis kesamping (Pasal 844); dan ketiga, Penggantian dalam garis kesamping yang menyimpang.

 

Semangat dari konsep pengganti (reprecentatie) ini yang kemudian diinternalisasi ke dalam penyusunan KHI terkait Bab Waris. Meskipun pada akhirnya ketentuan mengenai ahli waris pengganti telah disepakati oleh para perumus KHI, namun dalam perjalanannya diskurus mengenai hal ini terus berlangsung. Hakim Pengadilan Agama Kotabumi, Shobirin dalam makalahnya yang berjudul Ahli Waris Pengganti dalam Kewarisan Islam Perspektif Mazhab Nasionalmengungkap sebuah perdebatan menarik dalam Rapat Kerja Nasional Hakim Pengadilan Agama di Palembang, 2009 lalu.

 

Dalam makalah tersebut, Shobirin mengisahkan bagaimana hakim agung pada Mahkamah Agung saat itu, Habiburrahman mengkritisi pemikiran Hazairin tentang ahli waris pengganti. “Mengkritik pemikiran Hazairin bahwa Hazairin sebagai anak hukum adat yang menginduk kepada Van Veollenhoven dan Snouck Hourgronje. Di bukunya, Hazairin mengaku sebagai mujtahid tetapi tulisan-tulisannya tidak mencerminkan layaknya mujtahid. Oleh karenanya Hazairin dianggap tidak layak menafsirkan ketentuan ahli waris pengganti berdasarkan hukum adat,” tulis Shobirin mengutip pemaparan Habiburrahman.

 

Dalam makalah tersebut, Shobirin secara terang menggambarkan diskursus Rakernas Hakim Pengadilan Agama pada 2009. Hal ini ia jelaskan dengan adanya perbedaan sikap dari hakim lain terhadap pemaparan Hakim Agung Habiburrahman. Kepala Pengadilan Tinggi Agama Palembang kala itu, Mukhsin Asyrof menjawab pemaparan Habiburrahman bahwa ketentuan ahli waris pengganti meskipun tidak disebutkan dalam fikih sebagaimana wasiat wajibah, namun ini dimaksudkan untuk memberikan keadilan kepada para ahli waris. Sedangkan KH. Azhar Basyir yang merupakan pemimpin rapat perumusan KHI menegaskan bahwa pasal ahli waris pengganti pada saat pengesahan telah disepakati oleh para ulama.

Tags:

Berita Terkait