Pertambangan Rakyat Luput dari Pembahasan Revisi UU Minerba
Berita

Pertambangan Rakyat Luput dari Pembahasan Revisi UU Minerba

Selama ini terdapat pandangan dari sebagian pihak yang melihat pertambangan rakyat merupakan praktik yang merusak lingkungan.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Nasib pertambangan rakyat tampaknya akan terus terkatung-katung. Bagaimana tidak, hingga saat ini belum banyak perhatian yang diberikan kepada pertambangan rakyat sebagai salah satu entitas usaha di dunia pertambangan. Hal itu juga dapat dilihat dari porsi pengaturan perundang-undangan mengenai pertambangan rakyat yang tidak banyak. Terakhir, draft perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) bahkan sama sekali tidak membahas pertambangan rakyat.

 

Ketua Tim Ahli Perubahan UU Minerba dari Komisi VII DPR, Bisman Bakhtiar, mengakui hal tersebut. Menurut Bisman, isu terkait pertambangan rakyat sama sekali tidak masuk dalam pembahasan perubahan UU Minerba. “Eksistensi pertambangan rakyat terabaikan, iya betul. Saat menyusun (perubahan) UU (Minerba) pun sama sekali tidak terpikir,” ujar Bisman dalam sebuah diskusi, Senin (5/8) di Jakarta.

 

Namun tidak ada kata terlambat jika ingin mendorong agar pertambangan rakyat memperoleh perhatian. Menurut Bisman masih ada waktu. Saat ini, tengah berlangsung pembahasan tingkat satu perubahan UU Minerba. Hal ini berarti pemangku kepentingan di sektor pertambangan rakyat dapat memberikan masukan kepada DPR agar aspek tekait pertambangan rakyat dapat ikut dibahas.

 

Beberapa hal yang menjadi perhatian Bisman terkait pertambangan rakyat, misalya soal arah kebijakan tata kelola pertambangan rakyat. Hal ini untuk menjamin eksistensi pertambangan rakayat di mata pengambil kebijakan. Bisman menilai saat ini yang masih mendapat perhatian besar adalah koporasi besar pemegang Ijin Usaha Pertambangan, Pemegang Kontrak Karya, maupun PKP2B.

 

“Sementara pelaku pertambangan rakyat tidak mendapat porsi yang besar. Oleh karena itu, perlindungan dan keberpihakan kepada pertambangan rakyat itu harus dimanifestasikan ke dalam adanya aturan yang melindungi atau aturan yang mendukung adanya pertambangan rakyat,” ujar Pria yang juga merupakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Energi Pertambangan (Pushep) ini.

 

Selama ini, terdapat pandangan dari sebagian pihak yang melihat pertambangan rakyat merupakan paraktik yang merusak lingkungan. Pertambangan rakyat juga dipandang tidak aman, memiliki risiko yang tinggi dan sebagainya. Untuk itu, menurut Bisman harus ada ketentuan yang menaruh perhatian terhadap sejumlah aspek krusial dari tambang rakyat ini. Mesti ada jaminan keamanan dan ketentuan good mining practice yang juga harus dijamin dengan tata kelola pertambangan rakyat.

 

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), Gatot Sugiharto, menyebutkan hingga tahun 2018, jumlah penambang rakyat di Indonesia di atas 3,6 juta orang. Sebanyak 1,2 juta dari angka tersebut merupakan penambang emas rakyat yang tersebar di lebih dari 1.000 lokasi. Sisanya adalah penambang, pasir, batu, tanah liat, batubara, galena, nikel, belerang, bentonite, dolomit, batu kapur, marmer, garam, kaolin, sampah elektronik, dan lainnya.

Tags:

Berita Terkait