Tidak Terbukti Kartel, KPPU Temukan Persoalan Lain di Industri Garam
Berita

Tidak Terbukti Kartel, KPPU Temukan Persoalan Lain di Industri Garam

Kebutuhan kuota berdasarkan daftar konsumen yang menjadi lampiran dalam pengajuan impor yang disampaikan ke Kementerian Perindustrian tidak melalui perhitungan yang riil dan akurat karena terbukti tidak sesuai dengan realisasinya.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhir Juli lalu memutuskan 7 (tujuh) pelaku usaha atau importir garam tidak terbukti melakukan kartel dalam perdagangan garam industri aneka pangan di Indonesia pada periode tahun 2015 hingga 2016.

 

Ketujuh Perusahaan itu adalah PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA), PT Susanti Megah (SM), PT Niaga Garam Cemerlang (NGC), PT Unicem Candi Indonesia (UCI), PT Cheetam Garam Indonesia (CGI), PT Budiono Madura Bangun Persada (BMBP) dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM).

 

Putusan tersebut dibacakan dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan atas perkara Nomor 09/KPPUI/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia.

 

Meski demikian, KPPU melihat terdapat persoalan lain pada industri garam sehingga praktik bisnis saat ini yang mengakibatkan petani lokal kalah bersaing. Salah satu persoalan yaitu lemahnya pengawasan impor garam dari pemerintah terhadap importir. Sehingga, menyebabkan terjadinya kebocoran garam impor yang seharusnya khusus industri ke pasar ritel.

 

“Ada beberapa hal kami temukan pascapersidangan. Meski kami putuskan tidak melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, fakta persidangan menemukan problematika terkait industri garam dan kebijakan (pemerintah). Dari persidangan ditemukan ada mekanisme pengawasan di perindustrian (Kementerian) sehingga improtir ini menjual garam kepada nama-nama pembeli yang tidak terdaftar,” jelas Juru Bicara KPPU, Guntur Syaputra Saragih di Jakarta, Rabu (14/8).

 

Lebih lanjut, Guntur menjelaskan importir tersebut menjual sebagian besar hasil impornya kepada pembeli yang tidak tercatat dalam pengajuan impor. Perlu diketahui, importir harus menyertakan nama perusahaan pembeli sebagai syarat impor kepada pemerintah. “Majority (penjualan garam impor) kepada pembeli yang bukan didaftarkan,” imbuhnya.

 

KPPU mengajukan berbagai usulan kepada pemerintah terkait persoalan garam impor. Usulan tersebut seperti penetapan volume dan harga patokan garam impor. Selain itu, KPPU juga meminta pengawasan pemerintah terhadap impor garam harus diperbaiki sehingga tidak terdapat rembesan garam impor ke pasar yang dapat menekan harga produksi lokal.

Tags:

Berita Terkait