Konflik Panas “Dapur” Sushi Tei
Berita

Konflik Panas “Dapur” Sushi Tei

Sushi Tei menganggap Kusnadi sudah tidak mampu menjalankan tanggung jawab sebagai presdir. Di sisi lain, Kusnadi menilai pencopotannya tidak sah.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Salah satu restoran Jepang yang populer di Indonesia, Sushi Tei (PT Sushi Tei Indonesia) atau STI harus berurusan dengan pengadilan setelah mendapat gugatan dari mantan presiden direktur, Kusnadi Rahardja. Kusnadi tidak bisa menerima putusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) STI yang memberhentikannya sebagai presdir di perusahaan tersebut.

 

Kusnadi melalui kuasa hukumnya Frank ARP Hutapea menggugat Sushi Tei di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor Perkara 591/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL pada 18 Juli 2019. Dalam tuntutan tersebut, Kusnadi menggugat sebanyak 13 pihak sekaligus yaitu STI, Janice Lee Lai Yin, Chew Sok Choo atau Zhou Shuzu, Luciana Jinardi Jie, Sonny Kurniawan, Allen Tan Han Loong, Kota Igarashi, Sng Yeow Hua, Sushi Tei Pte Ltd, Sirius Corp Limited, Mizuho Asia Partners Pte Ltd, Kementerian Hukum dan Ham Cq Direktorat Jenderal Administrasi Umum dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

Tidak tinggal diam, STI juga merespons dengan gugatan melalui pengadilan yang sama terhadap Kusnadi. Persidangan pertama gugatan ini direncanakan berlangsung pada Senin, 9 September. STI menggugat Kusnadi karena pasca-pemberhentian sebagai presdir terdapat tindakan Kusnadi yang dianggap merugikan perusahaan.

 

STI menganggap Kusnadi tidak mampu dan tidak mau melakukan kewajiban sebagai presdir. Kemudian, Kusnadi juga dianggap memiliki kepentingan dan menggunakan merek STI untuk keuntungan pribadi. Kusnadi juga dianggap menghambat operasional perusahaan dengan meminta bank memblokir seluruh rekening perusahaan.

 

Atas hal tersebut, Sushi Tei  menilai Kusnadi telah melakukan perbuatan melanggar hukum berdasarkan Pasal 1365 Undang-Undang Hukum Perdata. Gugatan ini tercatat dengan Nomor Perkara 656/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel yang didaftarkan pada 12 Agustus 2019.

 

Berdasarkan penjelasan STI, persoalan ini dilatarbelakangi pergantian kepemilikan saham di induk usaha Sushi Tei yang berada di Singapura. Pemilik saham mayoritas baru  meminta untuk melakukan internal audit kepada pemegang lisensi di berbagai negara termasuk Indonesia.

 

(Baca: Rebutan Kotak Makanan)

 

Dari audit tersebut ditemukan masalah pengelolaan STI yang dianggap tidak sesuai prinsip good corporate governance (GCG) terutama oleh Kusnadi yang saat itu menjabat sebagai presdir. Salah satu persoalan yang jadi perhatian yaitu KR dianggap tidak transparan mengenai kepemilikan sahamnya pada perusahaan lain.

Tags:

Berita Terkait